Instrumen Penelitian

INSTRUMEN PENELITIAN

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Uji Normalitas Data

UJI NORMALITAS DATA

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Konseling Pada Ibu Nifas

Pendahuluan

Istilah konseling sudah sering digunakan dalam pelayanan kebidanan, walaupun sebagian besar bidan belum terlatih menjadi konselor. Untuk itu, bidan harus mempelajari ketrampilan konseling dasar agar mampu memberikan konseling pada kliennya secara optimal, baik dalam hal mendengarkan, meningkatkan interaksi dengan klien, memungkinkan mendapatkan gambaran akurat dan lengkap tentang apa yang disampaikan oleh klien dan memastikan asuhan yang diberikan dapat berjalan secara efektif (Henderson and Jones, 1997).

Sejalan dengan hal tersebut di atas, Mack (2000) dalam Maye’s Midwivery (2004), bidan dianjurkan mempelajari dasar-dasar konseling agar dapat menerapkan pendekatan  bagi para kliennya, yang difokuskan pada tujuan memfasilitasi kebutuhan ibu pada masa hamil, bersalin, nifas dan menyusui serta pasa masa antara. Pemberian konseling terapeutik dimaksudkan agar bidan tidak menjadi sangat emosional namun tetap mempunyai hubungan yang dekat sebagai parner ibu dalam memberikan asuhan kebidanan yang berkesinambungan (Tiran, 2004).

Hubungan konseling menunjukkan bahwa orang yang mencari pertolongan mempertahankan kebebasan penuh untuk memilih dan mengambil keputusan , serta orang yang membantu (konselor) tidak memiliki wewenang atau tanggung jawab untuk menyetujui atau tidak menyetujui pilihan atau keputusan dari konseli atau klien(Belkin, 1975).

Bidan adalah professional utama yang berhubungan dengan kehamilan, persalinan, nifas dan menyusui pada garda terdepan, sehingga potensinya sebagai konselor keluarga harus dimaknai dengan benar dan juga dihargai. Konseling dapat membantu seseorang untuk menghargai diri sendiri, memperoleh kepuasan dari dalam diri sendiri, dan percaya diri untuk menerima tanggung jawab pribadi. Hal ini dapat menjadi suatu proses pengembangan diri, selama proses klien menjadi mandiri mampu mengambil keputusan untuk diri sendiri dan bertanggung jawab terhadap keputusan tersebut.(Henderson and Jones, 1997). Pada tulisan ini akan kita pelajari substansi konseling, namun tidak secara mendalam untuk konseling yang dilakukan oleh Psikolog / Psikiater, namun pengetahuan dan  keterampilan dasar yang perlu dimiliki dalam memberikan konseling pada ibu selama satu siklus kehidupannya.

Sejarah Konseling

Sejarah konseling muncul dari kepedulian terhadap pelayanan di bidang bimbingan kerja, pengembangan karakter siswa, serta penanganan kesehatan mental yang  merupakan tonggak awal terjadinya kesepakatan terbentuknya American Counseling Association(ACA)untuk menindak lanjuti kegiatan konseling ini menjadi lebih formal dan penting (Budisetyani et al., 2016). Selanjutnya hasil dari pembentukan organisasi ACA tersebut adalah munculnya consensus dari kegiatan konseling antara lain:

  • Sertifikasi yang wajib dimiliki oleh konselor
  • Alat ukur dalam bimbingan karir dan pendidikan untuk membantu identifikasi masalah
  • Teori dan pendekatan konseling yang makin beragam
  • Meluasnya cakupan masalah yang menjadi perhatian konseling

Pengertian Konseling

Konseling secara etimologi berasal dari Bahasa Latin “consilium”yang artinya “dengan atau Bersama” yang dirangkai dengan “menerima atau memahami”. Sedangkan dalam Bahasa Anglo Saxon istilah konseling berasal dari “Sellan”yang artinya menyerahkan atau “menyampaikan”. Terdapat beberapa pengertian konseling menurut beberapa ahli antara lain (Purwoastuti and Walyani, 2015).

Konseling adalah kegiatan dimana semua fakta dikumpulkan, dan semua pengalaman difokuskan pada masalah tertentu untuk diatasi oleh klien sendiri dengan bantuan pribadi dan langsung dalam proses pemecahan masalah tersebut (Jones, 1951).

Konseling adalah suatu pertemuan langsung dengan individu yang ditujukan untuk memberikan bantuan kepadanya, agar dapat menyesuaikan dirinya secara lebih efektif baik dengan dirinya sendiri maupun lingkungannya (McDaniel, 1956).

Konseling merupakan proses yang melibatkan hubungan antar pribadi antara satu orang terapis (konselor/penolong terlatih) dengan satu atau lebih konseli (penerima konseling/klien/individu yang mengalami masalah) dimana terapis menggunakan metode -metode psikologis atas dasar pengetahuan sistematik tentang kepribadian manusia untuk meningkatkan kesehatan mental klien/konseli. Ciri-ciri konseling dari definisi tersebut adalah (1) merupakan suatu proses, (2) dapat dilakukan dengan satu atau lebih konseli, (3) konselor adalah tenaga professional, (4) hubungan antara pribadi yang diupayakan secara bersama (Patterson, 1959).

Konseling meliputi pemahaman dan hubungan individu dalam mengungkapkan kebutuhan-kebutuhan, motivasi, dan potensi-potensi yang unik dari individu dan membantu individu yang bersangkutan untuk mengapresiasi ketiga hal tersebut (Berdnard & Fullmer, 1969).

Konseling adalah suatu proses dimana orang bermasalah (konseli) dibantu secara pribadi untuk merasa dan berperilaku yang lebih memuaskan melalui interaksi dengan seseorang yang tidak terlibat (konselor) yang menyediakan informasi dan rekasi-reaksi yang merangksang konseli untuk mengembangkan perilaku-perilaku yang memungkinkan hubungan secara lebih efektif dengan dirinya maupun lingkungannya. Pengertian ini juga berarti konseling adalah suatu proses yang melibatkan interaksi antara konselor dan konseli dalam suatu upaya bersama agar lebih efektif dalam berhubungan dengan dirinya dan lingkungannya (Lewis, 1970).

Konseling adalah interaksi yang (1) terjadi antara dua orang individu, (2) berjalan dalam suasana professional, (3) dilakukan dan dijaga sebagai intrumen untuk memudahkan perubahan perilaku klien (Popinsky dan Pepinsky dalam Stone, 1974).

Konseling adalah suatu proses dimana konselor menbantu konseli menginterpretasikan tentang fakta yang berhubungan dengan pilihan, rencana atau penyesuaian yang perlu di buat (Smith dalam Sherrtzer & Stone, 1974). Konseling adalah hubungan bantuan antara konselor dengan klien yang difokuskan pada pertumbuhan pribadi dan penyesuaian diri serta pemecahan masalah dan pengambilan keputusan (Gibson, 1985).

Konseling merupakan rangkaian-rangkaian kontak atau hubungan secara langsung dengan individu yang tujuannya untuk memberikan bantuan untuk merubah sikap dan perilakunya (Rogres & Hendrarno, 2003).

Konseling merupakan serangkaian kegiatan paling pokok dari bimbingan dalam usaha membantu klien secara tatap muka langsung dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus, maka masalah yang dihadapi oleh klien dapat teratasi semuanya (Winkell, 2005).

Konseling merupakan suatu proses yang terjadi setiap waktu antara koselor dan konseli untuk membantu indvidu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya, dan untuk mencapai perkembangan yang optimal dari kemampuan pribadi yang dimilikinya (Division of Counseling Psychology).

Berdasarkan paparan teori diatas, maka dapat dirumuskan sintesis konseling pada tulisan ini adalah suatu proses yang terjadi untuk mendengarkan, memahami permasalahan klien oleh konselor yang professional  yang dilakukan secara tatap muka langsung sehingga konselor dapat memberikan bantuan profesionalnya untuk mengatasi masalah klien dengan mengupayakan kemandiriannya, agar dapat memehami diri dan lingkungannya, terjadi perubahan perilaku menjadi lebih baik serta mengoptimalkan kemampuan dirinya tanpa intervensi dari konselor.

Tujuan Konseling

Tujuan konseling yang dirumuskan beberapa ahli antara lain:

  • Melakukan eksplorasi dan penemuan diri klien yang lambat terjadi
  • Membantu klien menjalani penemuan klien yang terkadang menyakitkan, karena ada hal-hal dalam diri seseorang yang tidak dapat diubah
  • Menciptakan pemberdayaan pada diri klien
  • Otonomi, mampu mengambil keputusan sendiri berdasarkan bantuan dan pendapat professional
  • Meningkatkan kepercayaan diri klien
  • Memutuskan solusi terhadap masalah dan upaya yang perlu dilakukan terhadap masalah tersebut
  • Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil

Aplikasi Konseling pada Masa Nifas

Dalam sesi konseling, ibu nifas diperbolehkan untuk merasa bahwa ia diijinkan untuk menyampaikan isu-isu sesuai dengan waktu yang dimilikinya, dan menemukan responsnya sendiri. Konselor harus menghargai hak ibu dalam menyampaikan opininya, tetapi tidak berkewajiban untuk setuju dengan apa yang disampaikan, sehingga ibu dapat merasa dihargai perasaannya dan sikapnya. Konselor tidak berhak untuk bersikap menghakimi, walaupun tidak perlu netral, agar konseling dapat menjadi efektif. Jika ibu merasa dihakimi, ia tidak akan bersedia mengungkapkan secara tuntas apa yang dirasakannya dan tidak akan bersedia menerima saran maupun tidndakan yang seharusnya dijalaninya (Henderson and Jones, 1997).

Egan (1994) dalam (Henderson and Jones, 1997)mengatakan bahwa konselor merupakan “penolong terlatih” yang membantu klien menyelesaikan permasalahan mereka sendiri. Model konseling yang dapat di aplikasikan oleh bidan dalam memberikan asuhan Kebidanan salah satu diantaranya adalah model Egan yang diawali dengan menghargai klien, menggunakan sekumpulan keterampilan dan menggunakan kekuatan konstruktif dalam diri individu untuk memungkinkan mereka menangani masalah mereka dala kehidupan yang lebih efektif. Adapun tahapan dari metode Egan (1994) dalam Henderson (2004) antara lain:

  • Menggali perspektif klien mengenai suatu masalah dalam wawancara oleh konselor

Bidan membantu klien menceritakan masalahnya secara lengkap untuk mengidentifikasi, jika memungkinkan aspek-aspek penting dalam masalah tersebut turut digali. Dalam proses konseling bidan menunjukan rasa menghargai pribadi klien, menggunakan seluruh keterampilan yang dimiliki termasuk mendengarkan, penerimaan yang empati dan dan tantangan yang konstruktif untuk memungkinkan klien mendefinisikan masalah secara utuh tentang perspektif dirinya.

  • Defisnikan masalah untuk menentukan kemungkinan kriteria hasil yang terbaik

Bidan memungkinkan klien mengembangkan tentang skenario yang paling dipilihnya, selanjutnya melibatkan berbagai macam keterampilan termasuk curah pendapat kreatif diimbangi dengan keterampilan mengevaluasi serta kritik untuk memastikan bahwa saran yang diberikan tetap realistis. Selama fase ini menentukan tujuan dalam rangka pencapaian hasil akhir yang diinginkan mungkin akan sangat membantu klien, bidan perlu memfasilitasi klien untuk membuat pilihannya sendiri dan untuk mendemonstrasikan komitmennya terhadap keputusan tersebut. Bidan harus peka terhadap kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi klien tidak siap terhadap fase ini, sehingga perlu mengulang kembali langkah awal menginvestigasi perspektifnya.

  • Komitmen bidan terhadap pencapaian hasil akhir yang baik sangat besar pengaruhnya jika bidan memungkinkan klien untuk mencurahkan pendapatnya tentang tindakan yang dapat mengarah kepada pencapaian tujuan
  • Penolong / konselor perlu mendemonstrasikan kreatifitas terhadap penyelesaikan masalah yang diimbangi dengan kritikan, secara bertahap bidan terlatih untuk memungkinkan klien untuk merencanakan dan mengimplementasikan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi solusi yang diinginkan.

Kerangka kerja ini terkadang perlu dimodifikasi tergantung kamajuan dari setiap konseling yang diberikan, misalnya perlu kembali pada fase identifikasi masalah jika solusi yang dipilih sulit untuk dicapai oleh klien.

Proses konseling secara umum adalah (Budisetyani et al., 2016):

  • Wawancara awal dimulai oleh konselor, berorientasi pada informasi dan hubungan
  • Mengubah persepsi
  • Mengarahkan (leading)
  • Menanggapi dengan multifokus
  • Pengungkapan diri
  • Imediasi
  • Humor
  • Konfrontasi
  • Kontrak (proses vs hasil akhir)
  • Latihan

Faktor -Faktor yang Mempengaruhi Proses Konseling

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi proses konseling dapat dijelaskan berikut ini (Budisetyani et al., 2016):

  1. Keseriusan Masalah
  2. Ibu nifas yang memiliki gangguan yang lebih serius akan menjalani sesi untuk mencapai kemajuan yang lebih signifikan
  3. Ibu nifas dengan schizophrenia dan kepribadian anti sosial sulit untuk mendapatkan kemajuan proses konseling
  4. 50% klien dengan kecemasan dan depresi mengalami kemajuan setelah menjalani 8-13 sesi (1x/minggu selama 1 tahun)
  5. Struktur Konseling
    1. Merupakan panduan praktis yang meliputi:
      • Batas waktu
      • Kegiatan
      • Peran
      • Prosedural
      • Prosedur pembayaran, hal-hal yang harus diperhatikanklien
    2. Struktur penting ini diberikan di awal konseling
    3. Sebagai kerangka bagi konselor untuk bergerak
  6. Inisiatif
    1. Merupakan motivasi klien untuk berubah
    2. Klien yang datang dengan keinginan sendiri akan lebih mudah untuk berubah
    3. Yang menjadi masalah adalah jika klien adalah anak di bawah umur dan klien rujukan (yang memiliki motivasi eksternal)
    4. Cara mengatasi:
      • Antisipasi kemarahan, frustasi dan menutup diri yang dilakukan oleh klien
      • Tunjukan penerimaan, kesabaran dan pengertian serta tidak menghakimi
      • Menggunakan metode persuasive
      • Pakai bahawa metafora
      • Pakai teknis pragmatis
      • “Mattering” klien harus merasa dia berharga

 

  1. Latar Belakang / Situasi Fisik saat Konseling

Ruangan sesi konseling dilakukan perlu diperhatikan :

  • Aksesoris
  • Pewarnaan
  • Pencahayaan
  • Aroma
  • Suara
  • Tekstur
  • Suhu Udara
  1. Karakteristik Klien
    1. YAVIS: Young – Attractive – Verbal – Intelligent – Successful
    2. HOUNDs : Homely – Old – Unintelligent – Nonverbal – Disadvantages
  2. Kualitas Konselor
    1. Kualitas pribadi dan professional seorang konselor sangat penting
    2. Sulit untuk memisahkan karakter pribadi dari gaya bekerja
    3. Karakteristik yang dimiliki:
      • Mawas diri
      • Jujur
      • Selaras
      • Mampu berkomunikasi
      • Berpengetahuan luas
      • Keahliah – Ketertarikan – dapat dipercaya
    4. Perilaku konselor yang dihindari:
      • Memberi saran
      • Menceramahi / menghakimi / menasehati
      • Melontarkan pertanyaan bertubi-tubi
      • Mendongeng / bercerita yang dilakukan oleh konselor

Terminasi Fase Konseling

Bahan pertimbangan melakukan terminasi konseling antara lain:

  • Proses konseling sudah mencapai tujuan perilaku, kognitif, atau afektif
  • Klien bisa menunjukan secara konkrit sejauh mana kemajuan yang telah diperoleh dari keseluruhan tujuan
  • Hubungan konseling dapat membantu
  • Konteks awal konseling telah berubah

Terminasi konseling sebaiknya diakhiri dengan catatan positif, tindak lanjut dan rujukan lebih lanjut jika diperlukan. Perhatikan juga apakah terminasi dilakukan secara premature, adanya penolakan dari klien atau keluarga dan juga penolakan dari konselor.

Evidence Base terkair Konseling Masa Nifas

Beberapa bukti evidence base bahwa konseling pada masa nifas penting antara lain:

  • Salah satu upaya intervensi dalam adaptasi ke proses postpartum adalah dukungan sesama ibu nifas melalui telepon. Diinformasikan bahwa “tele konseling” yang ditawarkan kepada ibu nifas yang didiagnosis depresi postpartum terbukti dapat mengurangi depresi postpartum sebesar 50%. (Dennis, 2014).
  • Bukti kuat telah menunjukkan dukungan teman sebaya / sesama ibu nifas yang pernah mengalami depresi nifas bahwa konseling berbasis telepon, yang disediakan oleh seorang ibu yang pulih dari depresi, secara efektif meningkatkan outcome depresi (penurunan depresi). Dukungan teman sebaya berbasis telepon efektif untuk mengurangi depresi pascamelahirkan dan depresi maternal hingga dua tahun setelah melahirkan (Letourneau et al., 2015).
  • Penelitian lain melaporkan bahwa “tele konseling” yang ditawarkan kepada ibu nifas dengan tingkat sosial ekonomi rendah pada periode postpartum sangat penting dalam membentuk sikap dan perilaku sehat dan meningkatkan kesehatan (Surkan et al., 2012).
  • Khakbazan dkk. (2010) menyarankan “tele konseling” pada periode postpartum memiliki efek penting pada kualitas hidup wanita (Khakbazan et al., 2010).
  • Gjerdingen dkk (2013) dari Penelitiannya melaporkan bahwa doula dan “tele konseling” yang ditawarkan kepada ibu pada periode postpartum yang efisien dalam meningkatkan penurunan depresi postpartum dan kualitas hidup ibu nifas (Gjerdingen et al., 2013).
  • Ngai, (2015) melaporkan hasil penelitiannya bahwa konseling berbasis telepon menghasilkan pengurangan gejala depresi secara signifikan lebih besar dari pada perawatan standar selama periode pascapartum (Ngai et al., 2015).

 

Referensi

BELKIN, G. S. 1975. Practical Counseling in the School, USA, Wm.C.Brown Company Publisher.

BUDISETYANI, I. G. A. P. W., WILANI, N. M. A., ASTITI, D. P., RUSTIKA, I. M., INDRAWATI, K. R., SUSILAWATI, L. K. P. A., et al. 2016. Bahan Ajar Psikologi Konseling, Dempasar, Universitas Udayana, Bali.

DENNIS, C. L. 2014. The process of developing anf implementing a telephone-based peer support program for postpartum depression: evidence from two randomnized controlled trials. Trials,15.

GJERDINGEN, D. K., MCGOVERN, P., PRATT, R., JOHNSON, L. & COW, S. 2013. postpartum Doula and Peer Telephone Support for Postpartum Depression; A Pilot Randomized Controlled Trial. Journal of Primary Care & Community Health,4,36-43.

HENDERSON, C. & JONES, K. 1997. Buku Ajar Konsep Kebidanan, Jakrta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

KHAKBAZAN, Z., GOLYAN, T., PAYHAMBARDOOST, R. & KAZEMNEJAD, A. 2010. Effect of telephone counseling during post-partum period on women’s quality of life. Journal of hayat,15,5-12.

LETOURNEAU, N., SECCO, L., COLPITTS, J., ALDOUS, S., STEWART, M. & DENNIS, C. L. 2015. Quasi – experimental evaluation of a telephone-based peer support intervention for maternal depression. Journal of advanced nursing,7,1587-1599.

NGAI, F. W., WONG, P. C., LEUNG, K. Y., CHAU, P. H. & CHUNG, K. F. 2015. The effect of telephone-Based cognitive-behavioral therapy on postpartum depression : A Randomised Controlled Trial. Psichology and Pasychosomatics,84,294-303.

PURWOASTUTI, T. E. & WALYANI, E. S. 2015. Komunikasi dan Konseling Kebidanan, Yogyakarta, Pustaka Bari Press.

SURKAN, P. J., GOTTLIEB, B. R., MCCORMICK, M. C., HUNT, A. & PETTERSON, K. E. 2012. Impact of a health promotion intervention on maternal depressive symptoms at 15 month postpartum. Maternal an Child Health Journal,16,139-148.

TIRAN, D. 2004. Psychological Context. In:HENDERSON, C. & MCDONALD, S. (eds.) Mayes Midwifery, A Textbok for Midwifes. 13 ed. London: Bailliere Tindal.

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

Hidramnion

Definisi

Air ketuban diproduksi untuk dapat menyediakan lingkungan yang cocok bagi pertumbuhan dan perkembangan janin. Hidramnion didefinisikan sebagai cairan ketuban yang berlebihan, jika diukur dengan USG didapati Indeks Cairan Amnion (ICA) melebihi 95 persentil pada usia kehamilan atau lebih dari 8 cm/ lebih.1

Cairan ketuban yang paling banyak ditemukan pada usia kehamilan 38 minggu adalah 1030 ml, sedangkan pada akhir kehamilan tinggal 790 ml. Air ketuban akan terus berkurang hingga usia kehamilan 43 minggu. Pada usia kehamilan ini air ketuban yang tertinggal hanya sekitar 240 ml. Jika lebih dari 2000 ml disebut polihidramnion atau dapat disingkat hidramnion.2 Menurut Mughal dkk (2010), cairan ketuban yang berlebihan jika diukur dari 4 kuadran yang disebut Indeks Cairan amnion (ICA)/ Amniotic Fluid Index (AFI) lebih dari 25 disebut polihidramnion.3

Kategori Hidramnion

Hidramnion dikategorikan dibagi menjadi dua yaitu Hidramnion yang kronis dan akut. Berikut ini adalah penjelasannya.2, 4

  1. Hidramnion kronis : penambahan air ketuban perlahan-lahan atau secara berangsur-angsur. Kasus seperti ini jarang ditemukan.
  2. Hidramnion akut : penambahan air ketuban terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada kehamilan muda pada usia kehamilan 16-20 minggu. Sumber lain mengatakan dapat terjadi pada usia 18-20 minggu, dengan lingkar perut ibu yang meningkat pesat.

Etiologi

Penyebab terjadinya hidramnion dapat dipicu oleh:2, 3, 5-8

  1. Kelainan janin (atresia esophagus, spina bifida dan anensefali). Pada anensefali dan spina bifida diduga memicu hidramnion karena transudasi cairan dari selaput otak dan selaput sum-sum tulang belakang.
  2. Hidrops janin (eritroblastosis fetalis)
  3. Bayi besar / makrosomia
  4. Infeksi intra uterine
  5. Kehamilan Kembar

Kehamilan kembar dan Twin to twin transfusion syndrome (TTTS). Pada kehamilan kembar, dapat terjadi hidramnion diduga salah satu janin pada kehamilan satu telur jantungnya lebih kuat, dan karena itu juga menghasilkan banyak urine, selain itu penyebab hidramnion pada kehamilan kembar dapat disebabkan karena luas amnion lebih besar pada kehamilan ganda dibandingkan pada kehamilan normal. Pada kasus hidramnion sering ditemukan plasenta yang lebih besar dari kehamilan normal.

  1. Penyakit ibu (Diabetes Melitus /DM)
  2. Peeklampsia, Eklampsia
  3. Pengobatan maternal dengan lithium
  4. Hemodialisis
  5. Tumor placenta atau janin
  6. Idiopatik 60%

Pada dasarnya secara teori etiologi hidramnion belum dapat dikethui secara pasti, tetapi dapat dijelaskan sebagai berikut:2

  1. Produksi air ketuban bertambah diduga terjadi karena epitel amnion yang menghasilkan air ketuban, tetapi air ketuban dapat bertambah juga karena cairan lain masuk ke dalam rongga amnion, misalnya urine janin atau cairan otak pada kelainan bawaan seperti anensefali.
  2. Pengaliran air ketuban terganggu. Normalnya air ketuban yang telah dibuat dan dialirkan akan diganti dengan yang baru, aliran dapat terjadi melalui diminum dan ditelah oleh janin, diabsorbsi oleh usus janin dan dialirkan ke plasenta yang akhirnya masuk ke aliran darah ibu. Jalan ini kurang terbuka kalau janin tidak bisa menelan seperti pada kasus atresia esophagus, anensefali atau tumor pada plasenta.

Insiden Hidramnion

Insiden hidramnion yang dilaporkan oleh Mueller adalah 1 dalam 12.448 persalinan. Sementara itu Barry melaporkan bahwa insiden hidramnion adalah 1 : 5000 persalinan. Brown melaporkan bahwa ditemukan 2 kasus dalam 7230 persalinan, selain itu Macafee melaporkan ditemukan 2 kasus dalam 12.021 persalinan. Jika melihat angka tersebut diatas, maka dapat disimpulkan keadaan ini sangat jarang, namun tetap menjadi komplikasi kehamilan yang harus di deteksi dan didiagnosa secara tepat agar dapat mencegah komplikasi lain yang lebih berat baik bagi ibu maupun janin. 7 Pada kehamilan kembar dua, Orhan dkk melaporkan bahwa kasus hidramnion pada kehamilan kembar dua /twin pregnancy sebesar 7-14%.5

Gejala-Gejala

Gejala yang ditimbulkan karena peregangan/over distension pada abdomen antara lain:2

  1. Sesak napas
  2. Edema labia, vulva dan dinding perut
  3. Regangan dinding rahim dapat menimbulkan rasa nyeri terutama pada hidramnion akut
  4. Palpasi janin sulit dilakukan
  5. Denyut Jantung Janin (DJJ) sulit didengar

Diagnosis

Perlu di ketahui oleh petugas kesehatan dalam hal ini bidan bahwa hidramnion bisa saja sama dengan ascites, kista ovarium dan mola hidatidosa pada saat pemeriksaan. Oleh karena itu pemeriksaan diagnostic lain perlu dilakukan. Pemeriksaanyang dapat dianjurkan adalah melalui pemeriksaan ultrasonografi (USG), dengan USG kelainan bawaan seperti anensefali, spina bifida dan beberapa kelainan lain yang memicu terjadinya hidramnion dapat diketahui, selain itu Pemeriksaan USG sudah banyak tersedia dan tidak invasif.2

Prognosis

  1. Bagi Bayi : kurang baik, karena penyebab hidramnion yang disebabkan oleh kelainan janin itu sendiri seperti:9
    1. Cacat bawaan: anensefali, spinan bifida, atresia esophagus dan sebagainya.
    2. Persalinan kurang bulan
    3. Prolapsus tali pusat
    4. Eritroblastosis, preeclampsia, dan diabetes mellitus
  1. Bagi Ibu baik jika ditangani dengan baik. Hal yang perlu diperhatikan akan terjadi pada ibu untuk diantisipasi antara lain:
    1. Perdarahan pascasalin
    2. Solusio plasenta
    3. Inersia uteri

Bukti Ilmiah terkait Hidramnion

Hasil studi kasus di Libanon melaporkan bahwa kehamilan uniovular pada twin pregnancy (hamil kembar 2 dari 1 telur) berhubungan dengan kejadian hidramnion, dan pada kehamilan tersebut lebih sering janin laki-laki. Insiden kelainan bawaan dan kematian janin dalam rahim juga meningkat.7

Hasil penelitian menginformasikan bahwa 48% bayi mengalami malformasi kelainan bawaan mayor dari Ibu hamil yang mengalami hidramnion. Penelitian Eid dkk (2014) di Libanon menyatakan bahwa deteksi kelainan bawaan yang berat pada ibu dengan hidramnion dapat dideteksi melalui pemeriksaan USG Power Doppler dengan pemeriksaan Middle Cerebral Artery Pulsatility Index (MCA PI). Adanya penurunan aliran darah ke otak pada kasus polihidramnion dapat disebabkan oleh penekanan oleh jumlahketuban yang banyak sehingga menyebabkan hipoksia pada janin. 8

Hasil penelitian Fawad dkk (2008) melaporkan bahwa dari 3500 ibu bersalin, terdapat 70 ibu (2%) yang mengalami hidramnion. Dari 25 yang mengalami hidramnion lebih banyak terjadi pada usia 20-35 tahun dan ditemukan pada usia gestasi 30-36 minggu, mayoritas dari tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah demikian juga dari tingkat pendidikan yang rendah. Hidramnion dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortilitas meningkat. Dari 76 yang melahirkan dengan kasus hidramnion, 73,68% hidup, 26,32% KJDR, dan 5,26% meninggal pada usia neonatal.1 Kelainan bawaan yang berhubungan dengan hidramnion dapat di lihat pada tabel 1 berikut ini.

 

 

Tabel 1. Kelainan Bawaan yang Berhubungan dengan Hidramnion

Tingkat Hidramnion Total Kasus Jenis Kelainan
Hidramnion ringan

(AFI 25-30)

40 Normal : 35

Hidrosepali : 2

Atresia duodenalis : 2

Atresia Esofagus : 1

Hidramnion sedang

AFI (31-35)

18 Twin Gestation: 6

Hidrops Fetalis : 6

–        Defek Septum ventrikuler : 3

–        Inkompatibilitas Resus : 3

Kelainan Kongenital : 3

–        Exomphalos : 2

–        Atresia Esofagus : 1

Hidramnion Berat 12 Anensepali dan Spina Bifida : 10

Ensepalosel dan Spina Bifida : 2

Sumber: Fawad dkk (2008)1

 

  1. Intervensi Kebidanan

Jika dilihat pada faktor penyebab terjadinya hidramnion, maka ada faktor yang dapat dicegah dan ada yang tidak dapat dicegah. Namun demikian, faktor-faktor tersebut juga dipengaruhi dengan faktor yang lain, sehingga jika diintervensipun belum tentu langsung dapat mencegah kejadian hidramnion itu sendiri. Asuhan yang diberikan bidan hanya berupa upaya preventif dan promotif, yang jika dilakukan akan memberikan faedah pada kesehatan ibu hamil dan janin yang dikandungnya secara umum. Untuk lebih jelasnya dapat diihat pada tabel 2 berikut ini.

 

 

Tabel 2. Upaya Pencegahan Terjadinya Hidranion

NO FAKTOR PENYEBAB TINDAKAN PREVENTIF TINDAKAN PROMOTIF TINDAKAN LAINNYA
1 Kelainan bawaan (anensefali, spina bifida, atresia esophagus) Makanan sehat dan pola hidup sehat sebelum konsepsi Kelainan bawaan tidak dapat dideteksi oleh bidan saat memberikan asuhan kehamilan atau antenatal care (ANC). Bidan harus merujuk pasien ke dokter spesialis kebidanan dan kandungan untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya seperti USG jika menemukan:

a.      lingkar perut lebih besar dari ukuran normal

b.     ibu merasa sesak dengan pertambahan lingkar perut secara cepat tersebut

 

2 Hydrops Fetalis Makanan sehat dan pola hidup sehat sebelum konsepsi Sama dengan kelainan bawaan, bidan tidak dapat mengetahui apakah janin tersebut mengalami hidrops fetalis atau tidak, sehingga jika bidan menemukan tanda tidak merasa gerakan anak perlu dirujuk

 

NO FAKTOR PENYEBAB TINDAKAN PREVENTIF TINDAKAN PROMOTIF TINDAKAN LAINNYA
3 Bayi Besar Monitor BB ibu perbulan (selama hamil 9-12 kg) Lebih banyak konsumsi protein dengan jumlah karbohidrat dan gula yang tidak berlebihan Pertambahan berat badan ibu yang lebih banyak dari ukuran normal (selama kehamilan 9-12 kg) harus dipikirkan berbagai hal seperti adanya PE. Lihat hasil pemeriksaan darah, jika TD tinggi, lanjutkan dengan protein uri, jika terdapat protein dalam urin, rujuk ke Ahli kebidanan dan kandungan. Namun jika tidak ditemukan tanda-tanda PE, bisa dicurigail hal lain seperti bayi besar yang dapat dikonformasi dengan pemeriksaan USG di Ahli Kebidanan, jika ternyata diketahui janin cenderung besar dari usia kehamilan, input nutrisi ibu perlu dibatasi pada unsur karbohidrat dan gula.

 

4 Infeksi Intra Uterin Personal Hygiene perlu diperhatikan Asupan nutrisi yang seimbang Hal lain yang perlu diperhatikan adalah:

a.      Jika terdapat keluhan keputihan yang tidak normal (berwarna kuning kehijauan, bau, gatal) segera dirujuk ke ahli kebidanan dan kandungan

b.     Jika terdapat riwayat Diabetes Melitus dalam keluarga, anjurkan periksa gula darah dan dirujuk ke tenaga ahli untuk penanganan selanjutnya, karena penyakit DM dapat memicu terjadinya keputihan yang berlebihan

 

Sumber L Boyle (2004)6, Denton (2004)4

 

Jika pasien datang dan dicurigai adanya hidramnion seperti sesak napas, adanya edema di labia, palpasi yang sulit dilakukan atau gejala lainnya seperti yang telah dipaparkan diatas, maka tindakan yang harus dilakukan bidan adalah:4, 6

  1. Berikan asuhan atau tindakan sesuai dengan kebutuhan seperti jika terlihat sesak, respirasi lebih dari normal dan terlihat akut, berikan oksigen pada ibu
  2. Jika melakukan palpasi yang sulit dilakuan dan tidak terdengan denyut jantung janin, segera informasikan kepada keluarga untuk dirujuk
  3. Jika tidak terlihat akut, keadaan umum ibu masih baik, lakukan rujukan untuk diagnosis seperti rujukan ke tenaga ahli untuk melakukan pemeriksaan USG.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

  1. Fawad A, Shamshad, Danish N. Frequences, causes and outcome of polyhidramnions. Gomal Journal of Medical Sciences. 2008;6(2):106-9. Epub July 2008.

 

  1. Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF. Kelainan Telur, Plasenta, Air Ketuban, Cacat, dan Gangguan Janin. In: Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF, editors. Obstetri Patologi, Ilmu Kesehatan Reproduksi. 2 ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003.

 

  1. Mughal AI, Ashraf M, Andrabi SAH, Latif A, Chiragh M. Fetal anomalies in ultrasonographically detected polyhydramnions. Journal of Rawalpindi Medical College. 2010;14(1):28-30.

 

  1. Denton J, Davies M. Multiple Pregnancy. In: Henderson C, Macdonald S, editors. Mayes’ Midwifery, A Textbook for Midwives. Thirteenth ed. London: Bailliere Tindal; 2004.

 

  1. Orhan A, Kurzel RB, Istwan NB, Rhea D, Burgess E, Stanziano G. The Impact of hydramnions on pregnancy outcome in twin pregnancy Journal of Perinatalogy. 2005;25:8-10.

 

  1. Boyle M. Antenatal Investigations. In: Henderson C, Macdonald S, editors. Mayes’ Midwifery, A book for Midwives. Thirteenth ed. London: Bailliere Tindal; 2004.

 

  1. Abdul-Karim R, Iskandar G. Acute Hydramnions, Report of Five Cases. Obstettrics anf Gynecology. 1962;20(4):486-9.

 

  1. Eid SM, Al-Shiemy RI, Khattab KA-EO. Fetal middle cerebral artery and renal artery doppler indices in prediction of fetal outcome in cases with idiopathic hydramnions. Journal of American Science. 2014;10(8):51-8.

 

  1. Mazor M, Ghezzi F, Mymon E, Shoham-Vardi I, Vardi H, Hershkowitz R, et al. Polyhidramnion is an independent risk factor for perinatal mortality and intrapartum morbidity in preterm delivery. European Journal of Obstetrics & Gynecology. 1996;70:41-7.

 

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

KEBUTUHAN DASAR IBU NIFAS

Siklus kehidupan perempuan diwarnai oleh berbagai peristiwa, yang melibatkan aspek fisik maupun psikologis. Aspek fisik dapat dipengaruhi oleh berbagai system dalam tubuhnya, termasuk system hormone yang memegang peranan penting dalam proses reproduksi, sementara aspek psikologispun tidak terlepas dari pengaruh hormone yang timbal balik.

Secara teori ibu membutuhkan waktu 6-8 minggu pascapersalinan untuk kembalinya semua organ dan fungsi tubuh pada keadaan semula.1Namun dengan semua perubahan yang terjadi termasuk perubahan peran menjadi orang tua baru dengan semua adapasi yang harus dijalani, membuat masa transisi tersbut membutuhkan waktu lebih dari 8 minggu.2

Seperti perubahan pada masa remaja, mulai memasuki masa akil balik, terjadi menstruasi, hamil, maka pada saat ini terhadi perubahan hormon yang sangat drastis. Demikian juga pada masa premenopause, yang akibat dari pengaruh hormon yang besar tersebut, mempengaruhi kesehatan perempuan, serta psikologisnya. Pada tahapan lain seperti masa hamil, bersalin, nifas dan masa antara juga terhadi perubahan hormon seiring dengan proses reproduksi yang terjadi dalam tubuhnya.

Pada tulisan ini kita akan lebih fokus pada masa nifas, yang mana perubahan hormone juga terjadi pada masa ini. Perubahan hormone yang terjadi pada masa nifas adalah menurunnya kadar hormon estrogen dan prolaktin, diikuti dengan meningkatnya kadar hormon oksitosin dan prolaktin, yang diperlukan untuk kembalinya organ reproduksi seperti pada masa sebelum hamil, demikian juga dimulainya proses laktasi untuk menutrisi bayinya.3

Tidak dapat disangkal, bahwa baik ibu hamil, keluarga ataupun petugas kesehatan kurang memberikan perhatian pada ibu di masa nifas yang sama banyaknya dengan masa kehamilan. Padahal, berbagai literatur mengungkapkan bahwa angka morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi tidak jarang lebih banyak terjadi pada masa nifas, seperti dapat dilihat pada diagram pie di bawah ini.4-6

Gambar 1. Kematian Ibu pada masa Hamil, Bersalin dan Nifas6

Ibu pada masa nifas, seperti halnya ibu pada masa hamil juga memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi agar kesehatan fisik dan psikisnya dapat terjaga, demikian juga kesehatan bayi yang dilahirkannya.

Nutrisi dan Cairan

Status nutrisi seorang perempuan pada masa remaja, kehamilan dan laktasi mempunyai pengaruh secara langsung terhadap kesehatanmaternal dan bayinya pada masa puerperium. Undernutrisi yang dialami oleh seorang perempuan berpengaruh terhadap proses reproduksinya. Perempuan memulai proses reproduksinya pada usia dini, kemudian tidak jarang hanya dalam dua tahun, perempuan akan hamil lagi, dan terus berulang sekian kali jika tidak tersedia metode KB.6Kondisi ini juga dapat terjadi karena mereka tidak ingin menggunakannya karena alasan, seperti agama, budaya, kepercayaan dan alasan lain yang sulit dirubah.

Bukti ilmiah bahwa pemberian supplement pada masa hamil yang ditujukan pada ibu dengan Body Mass Index(BMI) 18,5 memberikan dampak positif yakni ibu tersebut terhindar dari Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan berat badan bayi lahir rendah yang lebih sedikit dan pada usia 24 bulan, bayi tersebut mengalami peningkatan BB yang signifikan dibandingkan dengan bayi dari ibu yang tidak mendapat supplement pada masa hamil.6

Pada masa nifas, kebutuhan nutrisi ibu nifas mengalami penambahan 10% bagi ibu nifas aktif untuk memenuhi kebutuhan energi, sementara pada ibu nifas yang sangat aktif 20%. Nutrisi yang optimal pada masa nifas dapat mempengaruhi komposisi ASI yang berkualitas. Oleh karena itu, ibu nifas harus makan makanan yang bergizi.6

Akses terhadap makanan begizi adalah esensial. Jika diperlukan, terutama pada keadaan emergencyseperti pada populasi yang sangat miskin, perlu mendapat supplement sebanyal 500kcal/hari.6, 7Misalnya 100 gram cereal + 50 gram pulse/kacang-kacangan, atau 500 gram umbi-umbian, 55 gram minyak atau 100 gram kacang-kacangan.6

Tidak kalah penting adalah mikronutrien. Kasus yang paling banyak ditemukan karena kekurangan mikronutrien adalah (1) gangguan defisiensi iodium, (2) defisiensi vitamin A dan (3) anemia defisiensi besi. Penyebab terbanyak asalah ketersediaan makanan yang mengandung mikronutrien di atas dan gangguan absorsbsi mikronutrien tersebut.6

Defisiensi Iodine

Defisiensi iodine adalah risiko mayor pada perkembangan fisik maupun mental dan terdapat kira-kira 1600 juta populasi yang mengalami kekurangan iodine. Kekurangan iodine bertanggung jawab terhadap kerusakan otak janin, pada masa anak-anak menyebabkan retardasi mental dan gangguan neurologis. Akibat paling parah adalah kretinisme, suatu kombinasi dengan gangguan pertumbuhan.6

Kekurangan iodine dapat dicegah bahkan pada usia awal kehidupan, sebelum pembuahan, atau minimal pada masa hamil, agar tidak terjadi kekurangan iodine. Target populasi adalah wanita usia subur (WUS), termasuk ibu hamil, bayi dan anak prasekolah. Dosis rekomendasi dari WHO adalah :6

  • WUS             : 400-600mg (2 atau 3 capsul)
  • Bayi 0-1 tahun : 200 mg per oral (1 capsul) atau 240 mg Inj (0,5 ml Lipiodol)

Lebih bijaksana jika Iodine diberikan pada masa prakonsepsi atau pada masa hamil, sehingga dapat mengejar kekurangan iodine yang menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak. Namun demikian, jika terlambat diberikan pada masa trimester ketiga, maka pada masa awal persalinan harus segera diberikan.

Defisiensi Vitamin A

Kekurangan vitamin A merupakan salah satu penyebab umum kebutaan pada anak yang dapat dicegah. Sebaliknya efek kekurangan vitamin A pada parturient belum diketahui secara pasti. Insufisiensi intake nutrisi dan absorbsi vitamin A menyebabkan hampir 13 juta anak usia pra sekolah menderita kerusakan mata, rabun senja dan akhirnya xerophthalmia. Hal ini juga terkait dengan peningkatan keparahan penyakit, terutama infeksi campak, diare dan pernapasan. Kekurangan vitamin A adalah masalah kesehatan masyarakat utama di Afrika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat.6

Tindakan pencegahan terhadap kekurangan vitamin A adalah seara teratur mengkonsumsi buah dan sayuran berwarna orange dan sayuran hijau tua. Upaya lain adalah dengan konsumsi fortifikasi seperti produk susu, margarin dan produk lemak lainnya. Di Amerika Tengah, gula berhasil digunakan untuk fortifikasi; di Indonesia dan Filipina monosodium glutamat (MSG) telah digunakan. Penggunaan empat hingga enam dosis oral bulanan dari 200.000 IU vitamin A yang mengandung minyak telah diadopsi di sejumlah negara berkembang.6

Dosis yang dianjurkan untuk ibu menyusui adalah 200 000 IU sekali, hanya selama bulan pertama setelah melahirkan. Penting untuk tidak memberikan vitamin A dosis ini kepada wanita usia subur secara umum, atau ibu menyusui lebih dari dua bulan setelah melahirkan, karena dosis tinggi mungkin teratogenik pada awal kehamilan.6

Anemia Defisiensi Besi dan Asam Folat

Anemia defisiensi besi dan asam folat merupakan kasus anemia yang diderita lebih dari 2000 penduduk di berbagai belahan dunia, yang disebabkan oleh asupan zat besi dan asam folat yang rendah yang dapat mereduksibio-availabilitydari diet zat besi dan kehilangan karena infeksi parasit (cacing ancylostomadan necator) dan juga malaria yang berulang. Wilayah dengan prevalensi tertinggi adalah di benua Afrika, Asia dan Amerika Latin. Ibu hamil dan anak pra sekolah adalah kelompok yang rentan terhadap infeksi parasite malaria tersebut. Anemia pada ibu hamil menyebabkan kehilangan darah dan infeksi pada persalinan dan berkontribusi terhadap mortalitas ibu pada periode postpartum.6

Pencegahan dan treatment yang diberikan terhadap anemia defisiensi besi dan asam folat adalah diet tinggi zat besi (hati, sayuran hijau tua) dan makanan yang membantu penyerapan zat besi (makanan yang beasal dari hewan, sayuran dan buah kaya akan vitamin C). Makanan yang mengambat penyerapan zat besi adalah kopi, suplemen kalsium, harus dihindari atau di konsumsi 2 jam setelah makan.Pencegahan pada basis populasi dimungkinkan oleh fortifikasi dengan zat besi dan produk makanan lainnya (roti, bubuk kari atau gula, tergantung pada pola konsumsi). Pendekatan lain adalah suplementasi dengan zat besi dan folat dari kelompok berisiko tinggi seperti wanita hamil dan menyusui, bayi dan anak-anak pra-sekolah. Di daerah prevalensi tinggi anemia defisiensi besi, 400 mg sulfat besi (2 tablet) per hari atau seminggu sekali, dengan folat 250 μg selama 4 bulan dianjurkan untuk wanita hamil dan menyusui. Di daerah prevalensi rendah 1 tablet sulfat besi setiap hari mungkin cukup, tetapi di daerah-daerah ini pendekatan lain adalah memberikan terapi besi hanya jika anemia didiagnosis atau dicurigai.6Konsumsi asam folat dan tablet menurut rekomendasi WHO adalah minimal selama 3 bulan postpartum. Studi sistematik review di Brazil, Canada, Czech Republic, Gambia, Switzerland, dan USA melaporkan bahwa kelompok ibu yang mendapat suplemen asam folat 300Mcg atau 1 mg asam folat, zat besi (ferro fumarate) 18 mg, zinc 15 mg, copper 2 mg, calcium 162 mg, serta mineral dan vitamin memiliki kadar Hb yang lebih tinggi dibandngkan kelompok kontrol. Asam folat berhubungan dengan tingginya kadar hb pada ibu yang mengkonsumsi supplement dalam 3 dan 6 bulan pertama postpartum.8

Defisiensi folat pada ibu hamil juga bertanggung jawab atas peningkatan insidensi pada defek neural tuba / Neural Tube Defect (NTD). Prevalensi NTD di secara global adalah 300.000 bayi per tahun, paling banyak adalah anensefali maupun spinabifida.9Referensi lain menyebutkan bahwa frekuensi NTD adalah 1,6 per 1000 kelahiran hidup dan terjadi peningkatan menjadi 8 per 1000 kelahiran hidup di Inggris. Kelainan ini merupakan kelainan kedua terbesar dari kelainan bawaan pada janin, dan dapat di deteksi paling cepat pada trimester pertama kehamilan.10Berikut ini adalah gambar bayi dengan NTD dan ilustrasi dari NTD.11, 12

Gambar 2. Scan USG pada Nuchal Transsulensi dan Intrakranial Transulensi10

Gambar 3. neural tuba /Neural Tube Defect (NTD)12

Gambar 4. Scan USG Bayi dengan Cranial defect, Anencefali dan facial cleft13

Kebutuhan cairan pada ibu nifas juga tidak kalah pentingnya. Ibu nifas dianjurkan untuk mengkonsumsi 3 liter cairan per hari baik air mineral maupun jus buah/sayuran segar dan susu.14, 15Karena terjadi diuresis dan diaphoresis akibat menurunnya kadar estrogen dalam tubuh ibu, maka asupan cairan adalah penting untuk diperhatikan oleh ibu dan tenaga kesehatan, sehingga ibu nifas tidak mengalami kekurangan cairan.1, 16

Ambulansi

Ambulasi adalah kebijakan untuk membimbing ibu nifas secepat mungkin melakukan mobilisasi, bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan serta melakukan aktivitas lainnya.15Ambulasi dini dilakukan secara bertahap, dimulai setalah 2 jam postpartum pada ibu yang mengalami persalinan normal tanpa komplikasi. Tindakan yang dilakukan yakni miring ke kiri dan ke kanan untuk mencegah tromboembolik.

Mobilisasi dini pada masa postpartum merupakan tindakan profilaksis mayor untuk mencegah penyakit tromboembolik/thromboembolic disease. Di negara sedang berkembang, penyakit tromboembolik menjadi salah satu penyebab utama mortalitas maternal selain perdarahan dan infeksi.6

Yang perlu diperhatikan saat melakukan mobilisasi adalah:7

  • Memperhatikan keadaan pasien, tidak semua pasien bisa melakukan mobilisasi dalam 2 jam pertama postpartum dengan berjalan.
  • Jangan melakukan mobilisasi secara terburu-buru, pastikan dilakukan secara bertahap.
  • Pemulihan pada ibu nifas dapat berlangsung dengan cepat jika ibu melakukan mobilisasi dengan benar terutama pada system peredaran darah, pernapasan dan otot rangka.
  • Jangan melakukan mobilisasi secara berlebihan karena akan mengakibatkan peningkatan beban kerja jantung.

Adapun keuntungan melakukan mobilisasi dini adalah:15

  • Melancarkan pengeluaran lokia
  • Mengurangi infeksi puerperium
  • Mempercepat involusi uterus
  • Meningkatkan fungsi gastrointestinal dan alat kelamin
  • Peningkatkan kelancaran sirkulasi darah untuk membantu pengeluaran sisa metabolism maupun produksi ASI
  • Ibu merasa lebih sehat dan kuat
  • Faal usus dan kandung kemih lebih baik
  • Kesempatan untuk merawat ibu dan bayinya
  • Tidakmenyebabkan perdarahan yang abnormal
  • Tidak mempengaruhi penyembuhan luka episiotomy dan luka operasi seksio sesarea.

Latihan pascapersalinan dibedakan menurut metode persalinan seperti dapat dilihat pada table berikut ini.

Tabel 1. Latihan Pasca Persalinan Menurut Metode Persalinan

NO PERASLINAN NORMAL PERSALINAN SEKSIO SESAREA
1. Berbaring pada punggung, kedua lutut ditekuk. Letakan kedua tangan pada perut dibawah tulang iga. Tarik napas perlahan-lahan lewat hidung, dan keluarkan napas melalui mulut, sambil mengencangkan dinding perut untuk membantu mengosongkan paru-paru

 

Ibu diajari untuk miring ke kiri dan ke kanan setelah ibu merasakan efek bius berangsur-angsur hilang. Gerakan miring kiri/kanan dilakukan dengan cara berpegangan pada pinggiran tempat tidur, dan dapat dibantu keluarga. Gerakan miring kiri/kanan juga membantu ibu ubtuk bangun dari tempat tidur yang akan mengencangkan bagian transfersus dan mendorong ke posisi duduk disamping tempat tidur.
2. Barbaring pada punggung, kedua tangan diluruskan di atas kepala dengan telapak tangan menghadap ke atas. Kendurkan sedikit lengan kiri dan kencangkan lengan kanan. Pada saat yang sama kencangkan tungkai kiri dan kencangkan tungkai kanan sehingga seluruh sisi tubuh yang kiri menjadi kencang sepenuhnya. Ulangi pada sisi tubuh yang kanan.

 

Naik turun tempat tidur dengan cara menekuk lutut terlebih dahulu, Tarik otot abdomennya, dan berguling kedepan, dengan dorongan tangan dan kaki. Ia akan mampu berpindah ke arah atas atau bawah. Napas dalam diikuti dengan huffing(ekspirasi paksa singkat) akan membantu mengeluarkan sekresi di paru-paru yang dapat terjadi karena general anesthesia.  Bila ibu perlu batuk, maka harus menekuk lututnya dan menahan lukanya dengan tekanan tangan atau bantal, sementara ibu bersandar atau duduk di tepi tempat tidur. Posisi ini menahan regangan berlebihan pada sutura, meningkatkan rasa percaya diri dan mengurangi nyeri.

 

3. Kontraksi vagina: berbaring pada punggung, kedua tungkai sedikit di buka, kencangkan dasar panggul, pertahankan selama 3 detik, dan kemudian lemaskan. Teruskan gerakan ini dengan berdiri dan duduk.

 

Setelah 8 jam pasca operasi dengan anestesi spinal, ibu sudah dapat belajar duduk.

Hasil penelitian melaporkan bahwa ambulasi dini pada seksio sesarea tidak menimbulkan sakit kepala, tetapi penyebab paling banyak adalah jarum spinal. Penggunaan jarum spinal yang kecil dapat mengurangi sakit kepala setelah tindakan spinal anestesi setelah operasi.17, 18

4. Memiringkan panggul: berbaring pada pinggul dengan kedua lutut ditekuk. Kontraksikan otot-otot perut untuk membuat tulang belakang menjadi datar dan otot-otot gluteus maximus menjadi kencang. Pertahankan selama 3 detik dan kemudian lemaskan. Dan setelah 24 jam postoperasi sudah dapat belajar jalan.

Hasil penelitian menginformasikan bahwa tidak ada perbedaan antara tirah baring 24 jam dan ambulasi dini terhadap kejadian Post Dural Puncture Headache (PDPH) / sakit kepala akibat anestesi sipnal.19

5. Sesudah hari ketiga, berbaring pada punggung dengan kedua lutut ditekuk, dan kedua lengan direntangkan. Angkat kepala dan bahu hingga membentuk sudut 45°pertahankan selama 3 detik dan lemaskan perlahan-lahan.
6. Posisi yang sama seperti di atas, letakan kedua lengan disebelah lutut kiri, ulangi sebelah luar untuk lutut kanan.

Sumber: Sutanto (2018)15

 

Eliminasi

Buang Air Kecil (BAK)

Ibu nifas akan merasa sulit BAK selama 1-2 hari, terutama pada primipara dan mengalami episiotomy. Ibu diharapkan dapat berkemih dalam 6-8 jam pertama postpartum. Setiap kali berkemih urin yang dikeluarkan sebanyak 150 ml.7

Kesulitan BAK ini dapat disebabkan karena trauma kandung kemih karena penekanan kepala saat kelahiran bayi dan nyeri serta pembengkakan pada perineum yang mengakibatkan kejang pada saluran kemih. Jika tidak terjadi BAK secara spontan dapat dilakukan:15

  • Dirangsang dengar mengalirkan keran air di dekat pasien
  • Kompres hangat di atas simpisis
  • Berendam air hangat setelah itu pasien diminta untuk BAK

Hal lain yang menyebabkan kesulitan berkemih pascasalin adalah menurunnya tonus otot kandung kemih akibat proses persalinan dan.7

Buang Air Besar (BAB)

Defikasi atau BAB umumnya terjadi dalam 3 hari pertama postpartum. Apabila terjadi obstipasi dan menimbulkan koprostase (skiballa: faeces yang mengeras) yang tertimbun dalam rectum, maka akan berpotensi Ibu mengalami febris. Kesulitan BAB dapat terjadi karena trauma pada usus akibat keluarnya kepala bayi/proses persalinan Faktor-faktor psikologi juga turut berperan terhadap konstipasi karena rasa takut luka jahitan perineum terlepas.15Jika terjadi konstipasi, ibu dianjurkan untuk banyak minum dan diet makanan yang tinggi serat, dan pemberian obat laksansia.7

Kebersihan diri/perineum

Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa infeksi merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada ibu nifas. Oleh karena itu kebersihan diri terutama pada daerah perineum perlu diperhatikan dengan serius. Kebersihan merupakan salah satu tanda hygiene yang baik. Karena kita hidup di daerah tropis, ibu nifas juga perlu mandi 2 kali sehari agar bersih dan segar.

Beberapa alasan perlu memperhatikan kebersihan pada daerah privat ibu (vagina) pada masa nifas adalah:7

  • Adalanyadischargevagina selama masa nifas
  • Secara anatomis, letak vagina berdekatan dengan saluran kemih, demikian juga saluran pencernaan (rectum), sehingga memungkinkan terjadinya infeksi lebih besar.
  • Adanya luka pada perineum sebagai dampak dari proses persalinan, yang memungkinan terjadinya infeksi.
  • Vagina merupakan organ terbuka, dan mudah dimasuki kuman penyakit sehingga menjadi port de entryterhadap kuman-kuman pathogen.

Kebersihan pada daerah vagina dapat diperlihara dengan cara sebagai berikut:7, 15

  • Setiap kali BAK/BAB basuhlah mulut vagina dengan air bersih dari arah depan ke belakang agar kotoran yang menempel disekitar vagina baik urine maupun lokia atau faeces yang mengandung kuman penyakit dapat dibersihkan.
  • Bila keadaan vagina terlalu kotor, cucilah dengan sabun atau cairan antiseptic yang berfungsi untuk menghilangkan mikroorganisme yang terlanjur berkembang biak di daerah tersebut.
  • Pada ibu nifas yang dilakukan episiotomy, dapat duduk berendam dengan cairan antiseptic, atau herbal lain yang terbukti bermanfaat dan tidak merusak jahitan luka episiotomy ibu. Berendam dengan herbal dapat dilakukan selama 10 menit setelah, dapat membantu sirkulasi darah dan mengurangi nyeri.20
  • Mengganti pembalut sesering mungkin, setiap kali BAK/BAB agar tidak lembab yang memungkinkan bertumbuhnya mikroorganisme. Minimal pembalut diganti 3-4 jam sekali, meskipun tidak BAk/BAB.
  • Keringkan vagina dengan lembut dengan tisu atau handuk bersih setiap kali selesai membasuh, agar tetap kering, kemudian ganti dengan pembalut yang baru.
  • Bila ibu membutuhkan salep antibiotic, dapat dioleskan sebelum memakai pembalut yang baru
  • Jangan duduk terlalu lama agar menghindari tekanan yang lama di daerah perineum. Sarankan ibu duduk di atas bantal untuk mendukung otot-otot di sekitar perineum dan berbaring miring saat tidur.
  • Rasa gatal menunjukan luka perineum hampir pulih. Ibu dapat mengurangi rasa gatal dengan berendam air hangat atau kompres hangat tetapi jangan terlalu panas, sehingga tidak merusak benang jahit luka episiotomy yang digunakan.
  • Sarankan untuk melakukan latihan kegel untuk merangsang peredaran darah di perineum agar cepat pulih.

 Istirahat

Kebutuhan istirahat bagi ibu nifas perlu dipenuhi terutama beberapa jam setelah melahirkan bayinya. Hal ini dapat membantu mencegah ibu mengalami komplikasi psikologis seperti baby bluedan komplikasi lainnya. Masa nifas erat kaitannya dengan gangguan pola tidur, tidak hanya pada ibu, tetapi juga pada pasangannya atau keluarga yang membantu merawat bayinya.15

Hasil penelitian menunjukan bahwa ibu nifas lebih sedikit waktu tidurnya dibanding pasangannya. Ibu akan lebih banyak tidur pada siang hari dibandingkan pada malam hari. Hal ini juga dipengaruhi oleh status pekerjaan, dimana sang ayah harus bekerja pada keesokan harinya.21Secara teoritis, pola tidur ibu akan kembali normal setelah 2-3 minggu postpartum.15Gangguan waktu tidur ini berdampak terhadap kelelahan bagi orang tua si bayi.21

Seksual

Dinding vagina akan kembali pulih dalam waktu 6-8 minggu. Pada saat lokia sudah berhenti keluar, ibu sudah aman untuk melakukan aktivitas seksual dengan pasangannya kembali. Ibu juga dapat memeriksa apakah terasa nyeri atau tidak saat berhubungan, dengan memasukan satu jari ke liang sanggama. Jika tidak terasa nyeri, maka biasanya tidak terjadi dyspareunia saat berhubungan seks.15

Sesuai dengan ajaran Islam, hubungan seksual pada periode postpartum dilarang/forbiddenselama ibu nifas masih mengeluarkan lokia. Waktu terhentinya pengeluaran lochia tidak sama pada semua perempuan, namun biasanya memakan waktu 30-40 hari.22

Pada umumnya wanita Arab Saudi memilih menunggu hingga 40 hari postpartum untuk memulai aktivitas seksual kembali. Mereka menunggu sampaiTaharah(bersih dan murni) untuk melakukan hubungan seksual, karena ditakutkan akan terjadi prolaps uteri. Tetapi ada juga dari mereka yang lebih modern dan tidak mempercayai hal tersebut. Bahkan sebaliknya jika sudah taharah pada hari ke-20 postpartum, dan sudah melakukan Gusol(mencuci area vagina secara bersih dari dischargepostpartum), maka sudah bisa melakukan hubungan seksual.22

Di beberapa daerah di Indonesia juga meyakini bahwa ibu nifas dan bayinya tidak boleh keluar rumah sebelum hari ke-40 postpartum. Di Indonesia bagian Timur khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT) tempat asal penulis, setelah hari ke-40 postpartum, ibu dan bayi dibawa ke gereja untuk didoakan, sebelum 40 hari postpartum tidak diperbolehkan keluar, karena akan terkena angin jahat.

Manajemen laktasi

Air Susu Ibu (ASI) adalah emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi. Laktasi adalah keseluruhan proses menyusui mulai dari ASI di produksi sampai proses bayi menghisap dan menelan ASI.23

Kolostrum adalah cairan yang keluar dari payudara ibu pada hari pertama sampai hari keempat atau ketujuh setelah melahirkan dan berfungsi sebagai pelindung yang kaya akan protein dan zat anti infeksi. Kolostrum juga dikatakan sebagai ASI stadium pertama dari hari pertama sampai hari keempat, berwarna kuning keemasan karena kaya akan sel-sel hidup dan lemak. Setelah persalinan komposisi kolostrum mengalami perubahan warna lebih muda dan komposisinya.23, 24

Laktasi merupakan bagian integral dari siklus reproduksi mamalia termasuk manusia. Masa laktasi mempunyai tujuan meningkatkan pemberian ASI eksklusif dan meneruskan pemberian ASI sampai anak umur 2 tahun secara baik dan benar serta anak mendapat kekebalan tubuh secara alami.24

ASI terbukti dapat bermanfaat bagi ibu dan bayi dari berbagai aspek diantaranya:25

  • Aspek gizi karena mengandung DHA dan AA serta whey caseindengan komposisi yang sesuai
  • Aspek Imunologik karena dalam kolostrum terkandung Ig.A, sIgA, Ig.M dan Ig.G, serta laktoferin, lysosim dan 3 jenis leukosit yaitu BALT, GALT dan MALT serta faktor bifidus
  • Aspek Psikologis karena dalam proses laktasi terjadi perlekatan antara ibu dan bayi (bonding attachmen) sehingga dapat mempererat hubungan kasih sayang diantara mereka.
  • Aspek Kecerdasan karena otak ternutrisi dengan makanan yang tepat dan aman sesuai dengan usianya
  • Aspek neurologis karena aktifitas menyerap ASI bermanfaat bagi koordinasi saraf bayi
  • Aspek ekonomi karena proses laktasi dapat menunda kehamilan dengan Metode Amenore Laktasi (MAL)

ASI menurut stadium laktasi terdiri dari:24, 26

  1. Kolostrum yaitu ASI yang keluar sejak hari pertama hingga keempat atau ketujuh
  2. ASI transisi ASI yang keluar sejak hari ke-4/7 hingga hari ke-10/14
  3. ASI matur yaitu ASI yang keluar sejak hari ke-10/14. Perubahan warna ASI dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 5. Perubahan tampilan ASI dari waktu ke waktu24

ASI diproduksi dari gabungan antara hormon dan reflex. Segera setelah melahirkan, bahkan kadang-kadang pada usia 6 bulan kehamilan akan terjadi perubahan hormon yang dapat mengeluarkan ASI. Pengetahuan akan konsep ini akan membantu ibu berhasil dalam menyusui bayinya, baik pemberian ASI eksklusif maupun kolostrum dengan benar. Interaksi hormonal pada masa kehamilan terhadap pembentukan ASI dapat dilihat pada diagram dibawah ini.26

Gambar 6. Diagram interaksi hormonal selama kehamilan26

Refeks yang mempengaruhi produksi ASI ada dua yakni:24, 27

  1. Refleks prolaktin

Puting susu terdapat banyak ujung saraf sensoris, apabila dirangsang akan timbul impuls yang dihantar ke hipofisis anterior untuk mengeluarkan prolaktin. Hormon prolaktin ini akan memproduksi ASI pada alveoli, yang akan bertambah jika lebih sering menyusui atau dikeluarkan. Efek lain dari prolaktin adalah menginhibisi ovarium sehingga jika menyusui secara eksklusif akan berfungsi sebagai kontrasepsi Metode Amenore Laktasi (MAL).
2. Refleks yang melepaskan atau memancarkan ASI atau let down reflex yang dipengaruhi oleh hormon oksitosin. Impuls yang diterima oleh puting susu juga diteruskan ke kelenjar hipofisis bagian belakang yang mengeluarkan hormon oksitosin. Hormon ini bekerja untuk memacu kelenjar otot polos yang ada pada dinding alveolus dan dinding saluran untuk memompa ASI keluar. Jika lebih sering disusui, pengosongan alveolus dan saluran makin baik sehingga risiko pembendungan ASI semakin kecil. Kedua reflex tersebut dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 7. Refleks Prolaktin dan Oksitosin dalam Proses Laktasi28

 

Manfaat ASI dan Kolostrum:27, 29

  1. Sebagai pencahar yang ideal karena dapat membersihkan mekoneum dari saluran cerna bayi tanpa menimbulkan efek samping dan mempersiapkan usus bayi bagi makanan yang akan datang
  2. Zat antibodi yang terdapat dalam kolostrum memberikan perlindungan terhadap penyakit infeksi seperti diare, infeksi saluran napas, pneumonia, infeksi telinga dan penyakit lain seperti diabetes, obesitas, alergi, penyakit inflamasi saluran cerna dan kanker. Penelitian yang dilakukan di Banglades melaporkan bahwa bayi yang tidak mendapat ASI akan mempunyai risiko 2,23 kali lebih besar terhadap kematian karena berbagai kasus dan 3,94 kali lebih besar terhadap infeksi saluran pernapasan akut dan diare
  3. Mencegah perkembangan kuman-kuman patogen
  4. Kolostrum yang mengandung vitamin A berfungsi untuk melindungi bayi terhadap infeksi dan perkembangan retina pada awalnya
  5. Kolesterol yang tinggi dalam kolostrum berfungsi untuk mielinisasi jaringan saraf
  6. Lemak jenuh ikatan panjang (AA dan DHA) berfungsi untuk pertumbuhan otak dan retina
  7. Menghidrolisis/menguraikan protein dalam usus bayi menjadi kurang sempurna, sehingga meningkatkan kadar antibodi
  8. Merupakan makanan satu-satunya yang paling baik dan cukup bagi bayi sampai umur 6 bulan baik lemak, vitamin, protein, garam dan mineral
  9. Mengandung zat protektif karena terdiri dari laktobasilus bifidus, laktoferin, lizosim, komplemen C3 dan C4 walaupun dalam kadar rendah, faktor antistreptokokus, antibodi (IgA, IgE, IgM dan IgG), imunitas seluler serta tidak menimbulkan alergi
  10. Mempunyai efek psikologis yang menguntungkan karena kontak kulit yang terjadi menimbulkan rasa percaya bayi kepada ibunya (basic sense of trust). Pada foto infra merah pada payudara ibu terlihat payudara ibu meyusui lebih hangat dibanding ibu yang tidak menyusui
  11. Menyebabkan pertumbuhan yang baik serta mengurangi kemungkinan obesitas
  12. Mengurangi kejadian karies dentis dimana kadar selenium dalam ASI yang tinggi dapat mencegah karies dentis
  13. Mengurangi maloklusi gigi

Faktor kekebalan yang terdapat dalam kolostrum ada dua yaitu kekebalan nonspesifik dan kekebalan spesifik. Dibawah ini akan dijelaskan satu persatu.30

Kekebalan Spesifik

  1. Laktobasilus Bifidus; Faktor pertumbuhan laktobasilus bifidus atau dikenal dengan bifidus factor banyak dijumpai dalam kolostrum. Bifidus factor dalam suasana asam di dalam usus bayi akan menstimulasi pertumbuhan laktobasilus bifidus (Bifidobacteria). Laktobasilus bifidus ini akan mengubah laktosa yang banyak terdapat dalam ASI menjadi asam laktat dan asam asetat sehingga suasana akan lebih asam, yang akan menghambat pertumbuhan kuman Escherichia coly (E.Coli) yang menyebabkan diare pada anak-anak, dan juga enterobacteriaceae.
  2. Laktoferin; Kadar laktoferin dilaporkan bervariasi yakni 6 mg/ml dalam kolostrum dan tidak lebih dari 1 mg/ml dalam ASI matur. Jika status gizi ibunya kurang, maka kadar ini ditemukan lebih rendah. Kadar laktoferin dalam susu sapi ditemukan 5mg/ml tapi cepat menurun. Laktoferin selain menghambat bakteri Candida albicans, juga secara sinergis dengan SlgA menghambat pertumbuhan E.Coli patogen.

Kekebalan Non Spesifik

  1. Khasiat Seluler; Kolostrum yang dihasilkan dari payudara ibu mengandung 0,5-10×106 berbagai macam sel/ml terutama makrofag (90%), limfosit (1-15%) dan sedikit lekosit polimorfonuklear. Kadar ini lebih sedikit dalam ASI matur. Makrofag bersifar ameboid dan fagositik terhadap kuman-kuman stafilokokus, E.Coli, dan Candida Albicans.
  2. Imunoglobulin;Kemajuan teknologi dibidang kedokteran (Elisa, Radioimmune Assay, Imuno-Electrophoresis) membuktikan bahwa kolostrum mengandung lebih dari 30 imunoglobulin. Delapan belas diantaranya berasal dari serum ibu dan sisanya hanya ditemukan dalam kolostrum. Imunoglobulin G (IgG) dapat menembus barrierplasenta sehingga dapat memberikan kekebalan kepada janin/bayi sejak lahir sampai beberapa bulan terhadap berbagai penyakit. Konsentrasi Imunoglobulin dalam kolostrum ASI sangat tinggi, namun berubah sesuai dengan bertambahnya hari. Komposisi tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Perubahan Konsentrasi Imunoglobulin dalam Kolostrum (mg/24jam)

Referensi:

  1. Bick D. Mayes’ Midwifery; A Textbook for Midwives. Henderson C, Macdonald S, editors. London: Bailliere Tindal; 2004.
  2. Fahey JO, Shenassa E. Understanding and meeting the needs of women in the postpartum period: The perinatal maternal health promotion model. Journal of Midwifery & Women’s Health. 2013;58(6):613-21.
  3. Djami MEU. Proses Adaptasi Fisiologi dan Psikologi Ibu Nifas. Artikel [Internet]. 2018. Available from: http://akbidbinahusada.ac.id/publikasi/artikel/156-proses-adaptasi-fisiologi-dan-psikologi-ibu-nifas.
  4. The Consultation on Postpartum and Postnatal Care. Geneva: World Health Organization; 2010.
  5. Djami MEU. Konsep dasar nifas, laktasi dan menyusui; Pengantar Asuhan Kebidanan. Artikel [Internet]. 2018. Available from: http://akbidbinahusada.ac.id/publikasi/artikel/155-konsep-dasar-nifas-laktasi-dan-menyusui-pengantar-asuhan-kebidanan.
  6. Postpartum Care of the Mother and Newborn: a practical guide. Geneva: World Health Organization; 1998.
  7. Maritalia D. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Yogyakarta: Gosyen Publishing; 2017.
  8. WHO Recommendations on Postnatal Cara of the Mother and Newborn. Geneva: World Health Organization; 2013.
  9. Neural Tube Deffects. National Center on Birth Defects and Developmental Disabilities, Anual Report Fiscal 2012. 2012.
  10. Masihi S, Barati M, Marfu J, Eskandari Z. Detection of Neural tube defenct in the first and second trimester of pregnancy by ultrasound in Imam Hospital, Ahwaz between December 2009-2010. Iran J Reprod Med. 2012;10(6).
  11. Folic Acid deficiency during pregnancy will cause fetal defectts. MISSNews [Internet]. Available from: http://missnews.net/mommy/folic-acid-deficiency-during-pregnancy-will-cause-fetal-defects-16391.html.
  12. Egan P. Folic acid may prevent neural tube defects. Available from: http://www.pamelaegan.com/neural-tube-defects/.
  13. Radulescu M, Ulmeanu EC, Nedela M, Oncenscu A. Prenatal ultrasound diagnosis of neural tube defects. Pictorial essay. Medical Ultrasonography. 2012;14(2):147-53.
  14. Saifuddin AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D, editors. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo; 2002.
  15. Sutanto AV. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui, Teori dalam Praktik Kebidanan Profesional. Yogyakarta: Pustakan Baru Press; 2018.
  16. Medforth J, Battersby S, Evans M, Marsh B, Walker A. Oxford Handbook of Midwifery. Oxford: Oxford University Press; 2006.
  17. Genc M, Sahin N, Maral J, Celik E, Kar AA, Usar P, et al. Caesarean section with spinal anesthesia and postspinal headache. American Journal of Obstetric & Gynecologic Research. 2015;1:1-7.
  18. Raheem MGA, Shehatai A, Abolwafa ZA, Saman AME. Teh effect of postoperative position on the incidence of postdural puncture headache after Cesarean Setion. Med J Cairo Univ. 2010;78(2):57-61.
  19. Prihartono MA, Oktaliansah E, Wargahadibrata AH. Perbandingan insidensi Post Dural Puncture Headache (PDPH) pascaseksio sesarea dengan anestesi spinal antara tirah baring 24 jam denganmobilisasi dini. Jurnal Anestesi Perioperatif. 2013;1(1).
  20. Djami MEU. Pencegahan dan penatalaksanaan cedera perineum dalam persalinan2015. Available from: https://moudyamo.wordpress.com/2015/04/02/pencegahan-dan-penatalaksanaan-cedera-perineum-dalam-persalinan/.
  21. Gay CL, Lee KA, Lee S-Y. Sleep patterns and fatigue in new mothers and fathers. Biol Res Nurs. 2004;5(4):311-8.
  22. Haitham AA. Hidden voices, Saudi Women’s Experiences of Pastpartum and Their Understanding of How to Regain Their Health. Saudi Arabia: Cardiff Universitty; 2015.
  23. Roesli U. ASI Eksklusif. 2 ed. Jakarta: Trubus Agrundaya; 2004.
  24. Audrey JN, Wester RA. Lactation Management Self-Study Modul Level I. 3 ed. Vermont: Wellstart International; 2009.
  25. Firmansyah N, Mahmudah. Pengaruh karakteristik (pendidikan, pekerjaan), pengetahuan dan sikap ibu menyusui terhadap pemberian ASI eksklusif di Kabupaten Tuban. Jurnal Biometrika dan Kependudukan. 2012;1(1):62-71.
  26. Kari IK. Anatomi Payudara dan Fisiologi Laktasi. In: Soetjiningsih, editor. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997.
  27. Sidi IPS, Suradi R, Masoara S, Budihardjo SD, Marwoto W. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi; Program Manajemen Laktasi. Jakarta: Perkumpulan Perinatalogi Indonesia; 2012.
  28. S. Breastfeeding getting started. 2012 [cited 2018 5 July]. Available from: http://wwwcapefearvalleycom/outreach/outreach/modules/Breastfeeding/PagesPhysiologyhtm2010.
  29. Suraatmaja S. Aspek Gizi Air Susu Ibu. In: Soetjiningsih, editor. ASI Petunjuk Untuk Tenaga KEsehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997.
  30. Santosa H. Faktor-Faktor Kekebalan di Dalam Air Susu Ibu. In: Soetjiningsih, editor. ASI Petunjuk untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1997.

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

PROSES ADAPTASI FISIOLOGI DAN PSIKOLOGI IBU NIFAS

  1. Adaptasi Fisiologis

Pada masa nifas, akan terjadi proses perubahan pada tubuh ibu dari kondisi hamil kembali ke kondisi sebelum hamil, yang terjadi secara bertahap.1Perubahan ini juga terjadi untuk dapat mendukung perubahan lain yang terjadi dalam tubuh ibu karena kehamilan, salah satunya adalah proses laktasi, agar bayinya dapat ternutrisi dengan nutrisi yang paling tepat yaitu ASI.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi proses ini, misalnya tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir, tenaga kesehatan dan asuhan yang diberikan, maupun suami dan keluarga disekitar ibu nifas.2Adapun perubahan anatomi dan fisiologi yang terjadi pada masa nifas antara lain perubahan yang terjadi pada organ reproduksi, system pencernaan, system perkemihan, system musculoskeletal, system endokrin dan lain sebagainya yang akan dijelaskan berikut ini.

Perubahan Pada Sistem Reproduksi

Perubahan yang terjadi pada organ reproduksi yaitu pada vagina, serviks uteri, dan endometrium.3-6

  • Perubahan pada Vagina dan Perineum

Kondisi vagina setelah persalinan akan tetap terbuka lebar, ada kecenderungan vagina mengalami bengkak dan memar serta nampak ada celah antara introitus vagina. Tonus otot vagina akan kembali pada keadaan semula dengan tidak ada pembengkakan dan celah vagina tidak lebar pada minggu 1-2 hari pertama postpartum. Pada minggu ketiga posrpartum rugae vagina mulai pulih menyebabkan ukuran vagina menjadi lebih kecil. Dinding vagina menjadi lebih lunak serta lebih besar dari biasanya sehingga ruang vagina akan sedikit lebih besar dari keadaan sebelum melahirkan.7Vagina yang bengkak atau memar dapat juga diakibatkan oleh trauma karena proses keluarnya kepala bayi atau trauma persalinan lainnya jika menggunakan instrument seperti vakum atau forceps.

Perineum pada saat proses persalinan ditekan oleh kepala janin, sehingga perineum menjadi kendur dan teregang. Tonus otot perineum akan pulih pada hari kelima postpartum mesipun masih kendur dibandingkan keadaan sebelum hamil.5

Meskipun perineum tetap intack/utuh tidak terjadi robekan saat melahirkan bayi, ibu tetap merasa memar pada perineum dan vagina pada beberapa hari pertama persalinan. Ibu mungkin merasa malu untuk membuka perineumnya untuk diperiksa oleh bidan, kecuali jika ada indikasi klinis. Bidan harus memberikan asuhan dengan memperhatikan teknik asepsis dan antisepsis, dan lakukan investigasi jika terdapat nyeri perineum yang dialami. Perineum yang mengalami robekan atau di lakukan episiotomy dan dijahit perlu di periksa keadaannya minimal satu minggu setelah persalinan.1

 

  • Perubahan pada Serviks Uteri

Perubahan yang terjadi pada serviks uteri setelah persalinan adalah menjadi sangat lunak, kendur dan terbuka seperti corong. Korpus uteri berkontraksi, sedangkan serviks uteri tidak berkontraksi sehingga seolah-olah terbentuk seperti cincin pada perbatasan antara korpus uteri dan serviks uteri.7

Tepi luar serviks yang berhubungan dengan ostium uteri ekstermun (OUE) biasanya mengalami laserasi pada bagian lateral. Ostium serviks berkontraksi perlahan, dan beberapa hari setelah persalinan ostium uteri hanya dapat dilalui oleh 2 jari. Pada akhir minggu pertama, ostium uteri telah menyempit, serviks menebal dan kanalis servikalis kembali terbentuk. Meskipun proses involusi uterus telah selesai, OUE tidak dapat kembali pada bentuknya semula saat nullipara. Ostium ini akan melebar, dan depresi bilateral pada lokasi laserasi menetap sebagai perubahan yang permanen dan menjadi ciri khas servis pada wanita yang pernah melahirkan/para.8

 

  • Perubahan pada Uterus

Perubahan fisiologi pada uterus yaitu terjadi proses involusio uteri yaitu kembalinya uterus pada keadaan sebelum hamil baik ukuran, tonus dan posisinya.1Proses involusio juga dijelaskan sebagai proses pengecilan ukuran uterus untuk kembali ke rongga pelvis, sebagai tahapan berikutnya dari proses recovery pada masa nifas. Namun demikian ukuran tersebut tidak akan pernah kembali seperti keadaan nullipara. Hal ini disebabkan karena proses pagositosis biasanya tidak sempurna, sehingga masih tertinggal sedikit jaringan elastis. Akibatnya ketika seorang perempuan pernah hamil, uterusnya tidak akan kembali menjadi uterus pada keadaan nullipara.9

Pada jam-jam pertama pasca persalinan, uterus kadang-kadang bergeser ke atas atau ke kanan karena kandung kemih. Kandung kemih harus dikosongkan sebelum mengkaji tinggi fundus uteri (TFU) sebagai indikator penilaian involusi uteri, agar dapat memperoleh hasil pemeriksaan yang akurat.

Uterus akan mengecil menjadi separuh dalam satu minggu, dan kembali ke ukuran normal pada minggu kedelapan postpartum dengan berat sekitar 30 gram. Jika segera setelah persalinan TFU akan ditemukan berada setinggi umbilicus ibu, maka hal ini perlu dikaji labih jauh, karena merupakan tanda dari atonia uteri disertai perdarahan atau retensi bekual darah dan darah, serta distensi kandung kemih, tidak bisa berkemih. Ukuran uterus dapat dievaluasi melalui pengukuran TFU yang dapat dilihat pada table dan gambar berikut ini.

Sementara itu, tinggi fundus uteri dilaporkan menurun kira-kira 1 cm per hari, yang dapat dilihat pada gambar berikut ini.7, 11

Gambar 1. Proses Involusio Uteri Pasca Persalinan.11

Proses involusi terjadi karena:1, 9

  • Iskemia: terjadi kontraksi dan retraksi otot uterus, yang membatasi aliran darah ke uterus
  • Phagositosis: proses penghancuran serat dan elastisitas jaringan
  • Autolisis: digestasi jaringan otot oleh ensim proteolitik
  • Semua buangan proses masuk ke peredaran darah dan dieliminasi melalui ginjal
  • Lapisan desidua uterus dikeluarkan melalui darah vagina (Lochia) dan endometrium yang baru dibentuk selama 10 hari setelah persalinan dan selesai pada minggu ke 6 postpartum

Involusi uterus lebih lambat terjadi pada persalinan dengan tindakan seksio sesarea, demikian juga akan terlambat pada kondisi retensio plasenta atau gumpalan darah (stoll cell) yang tertinggal biasanya berhubungan dengan infeksi, sereta keadaan lain misalnya adanya mioma uteri.1

Lokia adalah cairan uterus yang berasal dari pelepasan desidua uterus. Lokia berisi serum dan darah serta lanugo, verniks kaseosa juga berbagai debris dari hasil produksi konsepsi.3, 9Secara Mikroskopik lokia terdiri dari eritrosit, serpihan desidua, sel-sel epitel dan bakteri. Mikroorganime ditemukan pada lokia yang menumpuk di vagina dan pada sebagian besar kasus juga ditemukan bahkan jika keluaran /dischargediambil pada pada rongga uterus.5, 8, 9  Jumlah total pengeluaran seluruh periode lokia rata-rata 240-270ml.4Lokia bagi menjadi 4 klasifikasi karena terus terjadi perubahan hingga minggu ke 4-8 pasca persalinan yaitu:4, 8, 9

  • Lokia Rubra (merah): hari pertama sampai hari ketiga /keempat mengandung cukup banyak darah.
  • Lokia Sanguinalenta (merah kecoklatan): hari 4-7 postpartum, berwarna merah kecoklatan dan berlendir.
  • Lokia Serosa (pink): hari 8-14, mengandung serum, lekosit dan robekan/laserasi plasenta.
  • Lokia Alba (putih): hari 14 – minggu ke 6/8 postpartum, berwarna putih karena banyak mengandung sel darah putih dan berkurangnya kandungan cairan.

Sumber lain mengatakan bahwa terdapat bermacam-macam variasi dari jumlah, warna dan durasi pengeluaran lokia.1Oleh karena itu, teori tersebut diatas belum tentu dialami oleh semua ibu nifas secara tepat.

Perubahan pada Endometrium

Pada hari kedua – ketiga pasca persalinan, lapisan desidua berdiferensiasi menjadi dua lapisan. Stratum superfisial menjadi nekrotik bersama lokia, sedangkan stratum basal yang bersebelahan dengan myometrium tetap utuh dan yang menjadi sumber pembentukan endometrium baru. Endometrium  terbentuk dari proliferasi sisa-sisa kelenjar endometrium dan stroma jaringan ikat antar kelenjar tersebut.8

Proses pembentukan kembali endometrium berlangsung secara cepat selama masa nifas, kecuali pada tempat insersi plasenta. Dalam satu minggu atau lebih permukaan bebas menjadi tertutup kembali oleh epitel endometrium dan pulih kembali dalam waktu 3 minggu.8

Perubahan sistem pencernaan

Setelah mengalami proses persalinan, ibu akan mengalami rasa lapar dan haus akibat banyak tenaga yang terkuras dan juga stress yang tinggi karena melahirkan bayinya.5Tetapi tidak jarang juga ditemui ibu yang tidak memiliki nafsu makan karena kelelahan melahirkan bayinya. Jika ditemukan keadaan seperti itu, perlu menjadi perhatian bidan agar dapat memotivasi ibu untuk makan dan minum pada beberapa jam pertama postpartum, juga kajian lebih lanjut terhadap keadaan psikologis ibu.

Jika keadaan ini menjadi persisten selama beberapa jam setelah persalinan, waspada terhadap masalah perdarahan, dan komplikasi lain termasuk gangguan psikologi pada masa nifas. Demikian juga beberapa keyakinan maupun adat istiadat atau budaya setempat yang masih diyakini oleh ibu untuk dijalani termasuk kebiasaan makan dan minum setelah melahirkan bayinya.6

Proses menyusui, serta pengaruh progesterone yang mengalami penurunan pada masa nifas juga dapat menyebabkan ibu konstipasi. Keinginan ini akan tertunda hingga 2-3 hari postpartum. Tonus otot polos secara bertahap meningkat pada seluruh tubuh, dan gejala heartburn / panas di perut / mulas yang dialami wanita bisa hilang. Sembelit dapat tetap menjadi masalah umum pada ibu nifas selama periode postnatal.5, 9

Kondisi perineum yang mengalami jahitan juga kadang menyebabkan ibu takut untuk BAB. Oleh karena itu bidan perlu memberikan edukasi agar keadaan ini tidak menyebabkan gangguan BAB pada ibu nifas dengan banyak minum air dan diet tinggi serat serta informasi bahwa jahitan episiotomy tidak akan terlepas jika ibu BAB.

Perubahan sistem perkemihan

Perubahan pada system perkemihan termasuk terjadinya diuresis setelah persalinan terjadi pada hari 2-3 postpartum, tetapi seharusnya tidak terjadi dysuria. Hal ini dapat disebabkan karena terjadinya penurunan volume darah yang tiba-tiba selama periode posrpoartum. Diuresis juga dapat tejadi karena estrogen yang meingkat pada masa kehamilan yang menyebabkan sifat retensi pada masa postpartum kemudian keluar kembali bersama urine.1, 12Dilatasi pada saluran perkemihan terjadi karena peningkatan volume vascular menghilang, dan organ ginjal secara bertahap kembali ke keadaan pregravida.9

Segera setelah persalinan kandung kemih akan mengalami overdistensi pengosongan yang tidak sempurna dan residu urine yang berlebihan akibat adanya pembengkakan kongesti dan hipotonik pada kandung kemih. Efek ini akan hilang pada 24 jam pertama postpartum.5Jika Keadaan ini masih menetap maka dapat dicurigai adanya gangguan saluran kemih.

Bladder dan uretra dapat terjadi kerusakan selama proses persalinan, yang menyebabkan kurangnya sensasi untuk mengeluarkan urine pada dua hari pertama. Hal ini dapat menyebabkan retensi urin karena overflow, dan dapat meningkatkan nyeri perut bagian bawah dan ketidaknyamanan, infeksi saluran kemih dan sub involusi uterus, yang menjadi kasus primer dan sekunder dari perdarahan postpartum.1

Perubahan sistem muskuloskeletal/ diastasis recti abdominis

Sistem muskuloskelatal kembali secara bertahap pada keadaan sebelum hamil dalam periode waktu selama 3 bulan setelah persalinan. Kembalinya tonus otot dasar panggung dan abdomen pulih secara bersamaan. Pemulihan ini dapat dipercepat dengan latihan atau senam nifas. Otot rectus abdominismungkin tetap terpisah (>2,5 cm) di garis tengah/umbilikus, kondisi yang dikenal sebagai Diastasis Recti Abdominis (DRA), sebagai akibat linea alba dan peregangan mekanis pada dinding abdomen yang berlebihan, juga karena pengaruh hormone ibu.13

Gambar 2. Diaktasis Rekti Abdominal14

Kondisi ini paling mungkin terjadi pada ibu dengan grandemultipara atau pada ibu dengan kehamilan ganda atau polihidramnion, bayi makrosomia, kelemahan abdomen dan postur yang salah. Peregangan yang berlebihan dan berlangsung lama ini menyebabkan serat-serat elastis kulit yang putus sehingga pada masa nifas dinding abdomen cenderung lunak dan kendur. Senam  nifas dapat membantu memulihkan ligament, dasar panggung, otot-otot dinding perut dan jaringan penunjang lainnya.5, 13, 15

Mahalaksimi et al (2016) melaporkan bahwa latihan yang diberikan untuk mengoreksi diaktasis rekti pada penelitian yang dilakukan di India terbukti secara signifikan bermanfaat mengurangi diaktasis rekti, demikian juga nyeri pinggang atau low back pain.13Low back painjuga merupakan masalah postnatal umum pada ibu nifas.9

Selain senam nifas atau berbagai latihan dan tindakan fisioterapi yang diberikan untuk mengoreksi DRA. Michalsa et al (2018) menginformaskan Teknik seperti a cruch exercise pada posis supine, tranversus abdominis training dan Nobel techniquedilaporkan dapat memperbaiki kondisi DRA.14Sesuai dengan budaya di Indonesia, ibu dapat dianjurkan menggunakan stagen, namun demikian exercise lebih signifikan pengaruhnya terhadap pemulihan DRA.5

Dampak dari diaktasis rekti ini dapat menyebabkan hernia epigastric dan umbilikalis.14Oleh karena itu pemeriksaan terhadap rektus abdominal perlu dilakukan pada ibu nifas, sehingga dapat diberikan penanganan secara cepat dan tepat.

Perubahan sistem endokrin

Perubahan sistem endokrin yang terjadi pada masa nifas adalah perubahan kadar hormon dalam tubuh. Adapaun kadar hormon yang mengalami perubahan pada ibu nifas adalah hormone estrogen dan progesterone, hormone oksitosin dan prolactin. Hormon estrogen dan progesterone menurun secara drastis, sehingga terjadi peningkatan kadar hormone prolactin dan oksitosin.8

Hormon oksitosin berperan dalam proses involusi uteri dan juga memancarkan ASI, sedangkan hormone prolactin berfungsi untuk memproduksi ASI.9  Keadaan ini membuat proses laktasi dapat berjalan dengan baik. Jadi semua ibu nifas seharusnya dapat menjalani proses laktasi dengan baik dan sanggup memberikan ASI eksklusif pada bayinya.

Hormone lain yang mengalami perubahan adalah hormone plasenta. Hormone plasenta menurun segera setelah plasenta lahir. Human Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% pada 3 jam pertama hingga hari ke tujuh postpartum.16

Perubahan tanda-tanda vital

Terjadi perubahan tanda-tanda vital ibu nifas yakni:1, 3, 16

  • Suhu: normal range 36-37°C, dapat juga meningkat hingga 37,5°C karena kelelahan dan pengeluaran cairan yang cukup banyak. Peningkatan suhu tubuh hingga 38°C harus merupakan tanda adanya komplikasi pada masa nifas seperti infeksi/sepsis puerperalis.
  • Nadi: normal 65-80 dpm, peningkatan nadi menandakan adanya infeksi
  • Pernapasan: Normal 12-16 kali/menit. Jika suhu tubuh dan nadi meningkat, maka akan meningkat pula frekuensi pernapasan ibu. Jika respirasi meningkat hingga 30kali/menit merupakan tanda-tanda shock.
  • Tekanan darah: sudah harus kembali normal dalam 24 jam pertama postpartum (<140/90 mmHg). Jika terus meningkat, merupakan tanda adanya preeklampsia. Monitor tekanan darah secara teratur perlu dilakukan jika tekanan darah masih terus tinggi.

Perubahan sistem kardiovaskuler

Terjadi kehilangan darah sebanyak 200-500ml selama proses persalinan normal, sedangkan pada persalinan seksio sesarea bisa mencapai 700-1000 cc, dan histerektomi 1000-1500 cc (a/i atonia uteri) .2, 5Kehilangan darah ini menyebabkan perubahan pada kerja jantung.5Peningkatan kerja jantung hingga 80% juga disebabkan oleh autotransfusi dari uteroplacenter. Resistensi pembuluh darah perifer meningkat karena hilangnya proses uteroplacenter dan kembali normal setelah 3 minggu.16

Pada 2-4 jam pertama hingga beberapa hari postpartum, akan terjadi diuresis secara cepat karena pengaruh rendahnya estrogen (estrogen bersifat resistensi cairan) yang menyebabkan volume plasma mengalami penurunan. Keadaan ini akan kembali normal pada minggu kedua postpartum.1, 5

Ibu nifas dapat juga mengalami udem pada kaki dan pergelangan kaki/ankle, meskipun tidak mengalami udem pada masa hamil. Pembengkakan ini harus terjadi secara bilateral dan tidak menimbulkan rasa nyeri. Jika pembengkakan terjadi hanya pada salah satu kaki disertai nyeri, dapat dicurigai adanya thrombosis. Ibu nifas harus menghindari berdiri terlalu lama atau menggantungkan kaki pada posisi duduk yang lama saat menyusui untuk menghindari udem pada kaki.1

Ibu nifas juga tidak jarang ditemukan berkeringat dingin, yang merupakan mekanisme tubuh untuk mereduksi banyaknya cairan yang bertahan selama kehamilan selain diuresis. Pengeluaran cairan yang berlebihan dari tubuh dan sisa-sisa produk melalui kulit menimbulkan banyak keringat. Keadaan ini disebut diaphoresisyang dialami pada masa early postpartum pada malam hari, yang bukan merupakan masalah pada masa nifas.2

Ibu bersalin juga sering ditemukan menggigil setelah melahirkan, hal ini dapat disebabkan karena respon persarafan atau perubahan vasomotor. Jika tidak diikuti dengan demam, menggigil, maka hal tersebut bukan masalah klinis, namun perlu diupayakan kenyamanan ibu.2Kondisi ketidaknyamanan ini dapat diatasi dengan cara menyelimuti ibu dan memberikan teh manis hangat. Jika keadaan tersebut terus berlanjut, dapat dicurigai adanya infeksi puerperalis.

Perubahan sistem hemotologi

Terjadinya hemodilusi pada masa hamil, peningkatan volume cairan pada saat persalinan mempengaruhi kadar hemoglobin (Hb), hematocrit (HT), dan kadar erisrosit pada awal postpartum. Penurunan volume darah dan peningkatan sel darah pada masa hamil berhubungan dengan peningkatan Hb dan HT pada hari ketiga – tujuh postpartum.  Pada minggu keempat – lima postpartum akan kembali normal. Lekosit meningkat hingga 15.000 selama beberapa hari postpartum (25.000-30.000) tanpa menjadi abnormal meski persalinan lama. Namun demikian perlu diobservai dan dilihat juga tanda dan gejala lainnya yang mengarah ke infensi karena infeksi mudah terjadia pada masa nifas.7

 

2. Adaptasi Psikologis

Adaptasi Psikologis Normal

Adaptasi psikologis secara normal dapat dialami oleh ibu jika memiliki pengalaman yang baik terhadap persalinan, adanya tanggung jawab sebagai ibu, adanya anggota keluarga baru (bayi), dan peran baru sebagai ibu bagi bayinya. Ibu yang baru melahirkan membutuhkan mekanisme penanggulangan (coping)  untuk mengatasi perubahan fisik karena proses kehamilan, persalinan dan nifas, bagaimana mengembalikan postur tubuhnya seperti sebelum hamil, serta perubahan yang terjadai dalam keluarga.2

Dari berbagai hasil penelitian ditemukan copingyang baik pada ibu didapatkan dari adanya dukungan emosional dari seseorang serta ketersediaan informasi yang cukup dalam menghadapi situasinya.17

Reva Rubin (1963) membagi fase-fase adaptasi psikologis pasca persalinan menjadi 3 tahapan antara lain:2

  1. Taking In Phase(Perilaku dependen)

Fase ini merupakan periode ketergantungan, dan ibu mengharapkan pemenuhan kebutuhan dirinya dapat dipenuhi oleh orang lain dalam hal ini suami, keluarga atau tenaga kesehatan dalam seperti bidan yang menolongnya. Kondisi ini berlangsung selama 1-2 hari postpartum, dan ibu lebih fokus pada dirinya sendiri. Beberapa hari setelah melahirkan, ia akan menangguhkan keterlibatannya terhadap tanggung jawabnya. Fase taking in atau disebut juga fase menerima dalam 1-2 hari pertama postpartum ini perlu diperhatikan agar ibu yang baru melahirkan mendapat perlindungan dan perawatan yang baik, demikian juga kasih sayang. Disebutkan juga fase dependen dalam 1-2 hari pertama persalinan karena pada waktu ini ibu menunjukan kebahagiaan atau kegembiraan yang sangat dalam menceritakan pengalaman melahirkannya. Ibu akan lebih sensitive dan cenderung pasif terhadap lingkungannya karena kelelahan. Kondisi ini perlu dipahami dengan cara menjaga komunikasi yang baik. Pemenuhan nutrisi yang baik perlu diperhatikan pada fase ini karena ibu akan mengalami nafsu makan yang meningkat.

  1. Taking Hold Phase(Perilaku dependen-independen)

Pada fase ini terdapat kebutuhan secara bergantian untuk mendapat perhatian dalam bentuk perawatan serta penerimaan dari orang lain, dan melakukan segala sesuatu secara mandiri. Fase ini berlangsung salaam 3-10 hari. Ibu sudah mulai menunjukan kepuasan yang terfokus kepada bayinya, mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya, terbuka menerima perawatan dan pendidikan kesehatan bagi dirinya serta bayinya, juga mudah didorong untuk melakukan perawatan terhadap bayinya. Ibu akan memberikan respon dengan penuh semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih bagaimana merawat bayinya, dan timbul keinginan untuk merawat bayinya sendiri. Oleh karena itu, waktu yang tepat untuk memberikan Pendidikan kesehatan bagi ibu dalam merawat bayi serta dirinya adalah pada fase taking holdini, terutama pada ibu yang seringkali kesulitan menyesuaikan diri seperti primipara, wanita karier, ibu yang tidak mempunyai keluarga untuk berbagi, ibu yang masih remaja, ibu single parent.

  1. Letting Go Phase(Perilaku Interdependen)

Fase ini merupakan fase yang dapat menerima tanggung jawab sebagai ibu, biasanya dimulai pada hari kesepuluh postpartum. Ibu sudah menyesuaikan diri terhadap ketergantungan bayinya, adanya peningkatan keinginan untuk merawat bayi dan dirinya dengan baik, serta terjadi penyesuaian hubungan keluarga dalam mengobservasi bayinya. Hubungan dengan pasangan juga memerlukan penyesuaian dengan kehadiran bayi sebagai anggota keluarga baru.

Adaptasi Psikologis yang memerlukan rujukan

Postpartum Blues / Baby Blues / maternity blues

Keadaan ini merupakan kemurungan dimasa nifas dan depresi ringan yang umum terjadi pada ibu nifas. Keadaan ini tidak menetap dan akan pulih dalam waktu 2 minggu postpartum.5Kondisi baby bluesini tidak memerlukan penanganan khusus, tetapi perlu diobservasi. jika keadaan ini menetap, akan menjurus pada psikosis postpartum. Statistik menunjukan 10% kondisi maternal blues berlanjut menjasi psikosis postpartum.5

Dari hasil penelitian Ho et al (2013) pada ibu yang mengalami postpartum blues di Taiwan, ditemukn faktor ibu merasa kurang kompeten untuk merawat bayinya, partisipasi suami dalam merawat bayi dan lingkungan merupakan faktor yang dapat memicu terjadinya postpartum blues pada ibu nifas.18

Temuan yang berbeda dilaporkan oleh Ozturk et al (2017) dari penelitian yang dilakukan di Turky bahwa faktor social demografi (pendidikan, pekerjaan, income, keamanan social), intention/niat terhadap kehamilan, jumlah kehamilan serta atribut kesehatan dalam hal ini pendidikan kesehatan pada masa antenatal berhubungan dengan adaptasi motherhoodpada periode postpartum.19

 

Depresi Postpartum

Merupakan depresi serius yang terjadi setelah melahirkan bayinya, yang merupakan kelanjutan dari depresi pada awal kehamilan, akhir kehamilan dan baby blues. Penyebab pasti belum diketahui, tetapi dilaporkan factor yang berisiko terhadap kejadian depresi postpartum / Postpartum Depresion (PPD) adalah factor biological, psikologi, social ekonomi, dan factor budaya. Factor yang konsisten terhadap berat-ringannya PPD adalah depresi prenatal. Preterm bayi memberikan 70% morbiditas dan mortalitas bayi yang dapat meningkatkan stress pada ibu nifas, karena ketiadaan kepastian kehidupan bayinya. Kecemasan memberikan risiko 2,7 kali terhadap PPD pada ibu yang melahirkan preterm dibandingkan ibu yang melahirkan bayi aterm.20

Factor lain yang berperan terhadap PPD adalah Chronic prenatal pain, pregnancy loss (IUFD), tinggal di urban area, self-esteem yang rendah, kurangnya dukungan social, kehamilan yang tidak direncanakan, kehamilan pada remaja, pendapatan yang rendah, status pekerjaan (partime), persalinan yang dialami tanpa dukungan keluarga, kebingungan terhadap bayi yang menangis terus menerus, konflik marital.20, 21

Adanya gejala seperti rasa sedih, berkurangnya nafsu makan hingga terjadi perubahan pola makan, ibu merasa Lelah, sensitive dan kesepian, emosi yang labil, menangis terus menerus, tanpa penyebab serta memiliki pikiran ekstrim untuk membahayakan diri sendiri atau anaknya merupakan tanda adanya depresi postpartum.5, 16

Sementara itu, penelitian yang dilakukan di Tangxia Community, Guangzou menginformasikan bahwa factor yang berkorelasi positif dengan DPP adalah status persalinan, hubungan dengan mertua dan saudara ipar, jenis kelamin bayi (one child policy), sedangkan kondisi rumah berkorelasi negative dengan DPP. Social support, dapat mereduksi secara signifikan terhadap kejadian DPP pada ibu nifas.20

 

Psikosis Postpartum

Psikosis postpartum adalah gangguang jiwa serius yang dialami ibu postpartum ditandai dengan adanya ketidakmampuan membedakan antara khayalan dan kenyataan. Kondisi gangguan jiwa ini biasanya telah terjadi sebelum bayinya dilahirkan.

Ibu dengan psikosis postpartum memiliki keyakinan bahwa anaknya dapat mencelakakan dirinya. Demikian juga ibu merasa bahwa anak yang dilahirkannya bukanlah anaknya sendiri, melainkan anak dari titisan orang tua yang sudah meninggal sehingga ibu merasa yakin bahwa anak tersebut harus dibunuh.5

Psikosis postpartum merupakan penyakit psikiatri postpartum yang terberat. Kondisi ini jarang dan terjadi pada 1-2 dari 1000 wanita setelah persalinan. Wanita yang paling beresiko tinggi adalah yang memiliki riwayat gangguan bipolar atau episode psikosis postpartum sebelumnya. Psikosis postpartum memilki onset yang dramatis, secepatnya terjadi pada 48-72 jam pertama postpartum, atau pada umumnya terjadi sekitar 2 minggu pertama postpartum.22

Kondisinya berupa episode manik atau campuran dengan gejala seperti keletihan dan insomnia, mudah tersinggung, mood yang sangat mudah berubah, dan perilaku yang tidak teratur. Ibu dapat mengalami delusi yang berhubungan dengan anaknya (seperti anaknya diculik atau sekarat, anaknya setan atau Tuhan) atau mungkin mengalami halusinasi pendengaran yang menyuruhnya untuk melindungi dirinya dari sang anak.5

 

Referensi:

  1. Medforth J, Battersby S, Evans M, Marsh B, Walker A. Oxford Handbook of Midwifery. Oxford: Oxford University Press; 2006.
  2. Maryunani A. Asuhan Pada Ibu Nifas. Jakarta: Trans Info Media; 2009.
  3. Kriebs JM, Gregor CL. Varney’s Pocket Midwife. Second ed. Sudbury: Jones and Bartlett Publishers,Inc; 2005.
  4. Muchtar A, Rumiatun D, Mulyati E, Nurrochmi E, Saputro H, Sursilah I, et al. Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak; Continuum of Carelife Cycle. Mulati E, Royati OF, Widyaningsih Y, editors. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan; 2014.
  5. Kebidanan: Teori dan Asuhan. Nifas Normal. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2018.
  6. Klein S, Miller S, Thomson F. A Book for Midwives: Care for Pregnancy, Birth and Women’s Health: Macmillan Education; 2007.
  7. Varney H. Postpartum Care. In: King TL, Brucker MC, Kriebs JM, Fahey JO, gregor CL, editors. Varney’s Midwifery. 5 ed. Burlington: Jones and Bartlett Learning; 2015.
  8. Cunningham FG, Grant NF, Leveno KJ, III LCG, Haunt JC, Wenstrom KD. Masa Nifas. Obstetri Williams. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2001.
  9. Bick D. Mayes’ Midwifery; A Textbook for Midwives. henderson C, Macdonald S, editors. London: Bailliere Tindal; 2004.
  10. Saleha S. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika; 2009.
  11. Chapter 17: Postpartum Physiologic Adaptation. Available from: https://www.nccwebsite.org/resources/docs/Postpartumchges.pdf.
  12. Lowdermilk DL, Perry SE, Cushion K, Alden KR. Maternity and Womens Helath care. Olshansky EF, editor. St Luois: Elsevier.
  13. Mahalaksmi V, Sumathi G, Chitra TV, Ramamoorthy V. Effect of exercise on diastasis recti abdominis among the primiparous women: a quasi experimental study. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016;5(12):4441-6.
  14. Michalsa A, Rokita W, Wolder D, Pogorzelska J, Kaczmarczyk K. Diastasis recti abdominis – a review of treatment methods. Ginekologia Polska. 2018;89(2):97-101.
  15. Scott SM. Exercise in the Posrpartum Period Lippincortt: William & Wilkins; 2006.
  16. Sutanto AV. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui, Teori dalam Praktik Kebidanan Profesional. Yogyakarta: Pustakan Baru Press; 2018.
  17. Romero AMO, Rodriguez LMd, Cardenas CHRd. Coping and adaptation process during puerperium. Colombia Medica. 2012;43(2):167-74.
  18. Ho C-L, Chang L-I, Wan K-S. The relationship between postpartum adaptation and postpartum depression symptoms of first pregnancy mothers in Taiwan. The International Journal of Psychiatry in Medicine. 2013;45(1).
  19. Ozturk M, Surucu SG, Ozel TE, Inci H. Evaluation to adaptation of motherhood in postpartum period. International Journal of Health and Life-Sciences. 2017;3(1):65-76.
  20. Den A-W, Xiong R-B, Jiang T-T, Luo Y-P, Chen W-Z. Prevalence and risk factors of postpartum depression in population-based cample of women in Tangxia community, Guangzhou. Asian Pasific Journal of Tropical Medicine. 2014;7(3):244-9.
  21. Kim THM, Connolly JA, Tamim H. The effect of social support around pregnancy on postpartum depression among Canadian teen mothers and adult mothers in the maternity experiences survey. BMC Pregnancy and Childbirth. 2014;14(162):2-9.
  22.  ____. Gangguan Mood Postpartum. Repository USU [Internet]. Available from: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/41355/Chapter%20II.pdf?sequence=4.

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

KONSEP DASAR NIFAS, LAKTASI DAN MENYUSUI: Pengantar Asuhan Kebidanan

Pendahuluan

Tidak dapat dipungkiri bahwa periode nifas adalah masa yang beresiko terhadap ibu dan bayi baru lahir, namun mendapat perhatian yang sangat sedikit oleh petugas kesehatan, tidak sebesar pada masa hamil dan melahirkan.1Hal yang sama juga terjadi di Indonesia, dimana cakupa kunjungan nifas hanya mencapai 86,64%, sementara cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan mencapai 90,88%.2

Fakta lain menyebutkan bahwa dari 30 negara sedang berkembang yang disurvey sejak tahun 1999 – 2004, terdapat 40% ibu melahirkan yang tidak pernah memperoleh perawatan nifas.Di antara ibu melahirkan di luar fasilitas kesehatan, rata-rata lebih dari 70% tidak menerima perawatan postpartum. Di antara semua ibu yang menerima perawatan postpartum, 57% diperoleh dari tenaga kesehatan dan sisanya menerima perawatan dari dukun bersalin tradisional (Traditional Birth attendance / TBA) sebesar 36% dan dari sumber lainnya sebesar 7%.3

Pada jam, hari dan minggu pertama setelah persalinan adalah waktu yang berbahaya bagi ibu dan bayi yang baru lahir. Di antara lebih dari 500.000 wanita yang meninggal setiap tahun karena komplikasi kehamilan dan persalinan,4sebagian besar kematian terjadi selama atau segera setelah melahirkan.5Setiap tahun tiga juta bayi meninggal pada minggu pertama kehidupan, dan 900.000 lainnya mati dalam tiga minggu ke depan.6Adapun proporsi kematian ibu dan bayi pada masa nifas dalam satu minggu pertama persalinan dapat dilihat pada grafik berikut ini.

Sumber: WHO (2010)

Sumber: WHO (2010)

 

Perdarahan dan infeksi setelah proses persalinan untuk banyak kematian ibu, sementara kelahiran prematur, asfiksia dan infeksi berat berkontribusi pada dua pertiga dari semua kematian neonatal. Perawatan yang tepat di jam-jam pertama dan hari-hari setelah melahirkan dapat mencegah sebagian besar kematian ini. WHO merekomendasikan agar para ahli kesehatan yang terampil menghadiri semua kelahiran, untuk memastikan hasil terbaik bagi ibu dan bayi yang baru lahir.1

Namun, sebagian besar wanita masih kurang peduli. Rata-rata, penolong kelahiran terampil mencakup 66% kelahiran di seluruh dunia, dan beberapa bagian Afrika dan Asia memiliki tingkat cakupan yang jauh lebih rendah.7Fakta bahwa dua pertiga kematian ibu dan bayi baru lahir terjadi pada dua hari pertama setelah kelahiran membuktikan kurangnya perawatan.1

 

Pengertian Masa Nifas

The traditional defined of puerperium or the postnatal period as the time from immediately after the end of labor until the reproductive organs have returned as nearly as possible to their pregravid condition, a period estimated to be around 6-8 weeks, although the evidence base to support this duration is lacking.8

Masa nifas diartikan sebagai periode selama dan tepat setelah kelahiran. Namun secara popular, diketahui istilah tersebut mencakup 6 minggu berikutnya.9

Periode postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang disebut juga puerperiumatau trimester keempat kehamilan.10

Masa Nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berkahir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan akan pulih dalam waktu 3 bulan.11, 12

Istilah “periode postpartum” dan “periode pascanatal” sering digunakan secara bergantian tetapi kadang-kadang secara terpisah. Ketika menggunakan istilah “postpartum” mengacu pada masalah yang berkaitan dengan ibu, sebaliknya ketika menggunakan istilah “postnatal” maka mengacu pada hal-hal yang menyangkut bayi.1

Berdasarkan berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa masa nifas atau puerperium atau postpartum adalah masa yang dimulai setelah persalinan semua hasil konsepsi baik janin maupun plasenta hingga kembalinya fungsi reproduksi ibu seperti sebelum hamil, biasanya berlangsung selama 6-8 minggu.

 

Tujuan Asuhan Masa Nifas

Adapun tujuan perawatan masa nifas dibagi menjadi:

Tujuan asuhan masa nifas normal dibagi 2 yaitu :

  1. Tujuan umum

Membantu ibu dan pasangannya selama masa transisi awal mengasuh anak.

  1. Tujuan khusus
  2. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologisnya.
  3. Melaksanakan skrining yang komprehensif, Mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk jika terjadi komplikasi pada ibu dan bayinya.
  4. Memberikan pendidikan kesehatan, perihal perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pertolongan imunisasi dan perawatan bayi sehat.
  5. Memberikan pelayanan keluarga berencana.

Tujuan utama perawatan postpartum dan postnatal adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan ibu dan bayinya, juga untuk menumbuhkan lingkungan yang menawarkan bantuan dan dukungan kepada keluarga besar dan masyarakat untuk berbagai macam kebutuhan kesehatan dan sosial yang terkait. Kebutuhan ini dapat melibatkan kesehatan fisik dan mental serta masalah sosial dan budaya yang dapat mempengaruhi kesehatan dan kesejahteraan.1

Selain itu, orang tua baru perlu dukungan untuk menjadi orangtua dan tanggung jawabnya. Dengan demikian, kerangka konseptual untuk bimbingan pada perawatan postpartum dan postnatal harus menempatkan ibu dan bayinya pada pusat ketersediaan asuhan. Konsep ini mempromosikan apresiasi bahwa semua perawatan postpartum dan postnatal harus diberikan dalam kemitraan dengan ibu serta keluarganya secara individual untuk memenuhi kebutuhan masing-masing ibu dan anaknya.1

Referensi lain menyampaikan bahwa tujuan asuhan masa nifas adalah:13

  1. Untuk memastikan kesehatan fisik yang optimal agar dapat mendeteksi penyimpangan yang terjadi dari normal
  2. Pemeriksaantop to toeyang metodis, disertai dengan diskusi tentang kesehatan ibu nifas,
  3. Interpretasi yang tepat dari temuan akan tergantung pada apakah ibu memiliki kehamilan normal dan kelahiran vaginal secara spontan, masalah kesehatan atau obstetrik yang sudah ada sebelumnya, dan masalah yang terjadi dalam persalinan.

 

Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam Masa Nifas

Peran dan tangung jawab bidan pada masa nifas antara lain:12

  1. Memberikan dukungan secara berkesinambungan selama masa nifas  sesuai dengankebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan  fisik dan  psikologis selama masa  nifas
  2. Sebagai promotor hubungan antara ibu dan bayi  serta  keluarga .
  3. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman.
  4. Membuat kebijakan perencana progam kesehatan yang berkaitan ibu dan anak  dan mampu melakukan  kegiatan  
  5. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan.
  6. Memberikan konseling untuk ibu dan keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan mengenali tanda tanda bahaya ,menjaga  gizi yang baik, serta mempraktekkan  kebersihan yang  aman
  7. Melakukan manajemen asuhan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosadan rencana tindakan serta melaksanakannya untuk mempercepat proses pemulihan,mencegah komplikasi dengan memenuhi kebutuhan ibu dan bayi  selama periode  nifas
  8. Memberikan asuhan secara professional.

 

Asuhan kebidanan pada masa nifas seyogyanya diberikan secara komprehensif sesuai dengan filosofi kebidanan yaitu continuity of care, jadi bida bertangung jawab memberikan asuhan selama siklus reproduksi klien nya. Asuhan ini juga harus sesuai dengan standar dan berkualitas.

 

Tahapan Masa Nifas

Tahapan masa nifas terbagi menjadi 3 tahap antara lain:12

  1. Intermediate postpartumyakni masa 24 jam pertama setelah persalinan
  2. Early postpartumyakni masa setelah persalinan hingga akhir minggu pertama postpartum.
  3. Late Postpartumyakni masa pada minggu kedua hingga minggu keenam postpartum.

WHO menegasakan bahwa perlu juga menjadi perhatian bagi petugas kesehatan dalam memberikan asuhan postpartum bagi ibu yang kehilangan bayinya, agar tidak berkurang dibandingkan dengan ibu yang memiliki anak hidup, terutama pada segi psikologisnya. Data menunjukan bahwa 3-4% ibu melahirkan kehilangan bayinya dalam proses persalinan. Oleh karena itu lebih bijaksana jika petugas kesehatan memberikan tindakan antisipasi kepada ibu bersalian untuk mencegah atau mengurangi masalah psikologi yang mungkin akan timbul karena kehilangan bayinya.1

 

Kebijakan Program Nasional Masa Nifas

Berikut ini adalah kebijakan program Nasional pemberian asuhan pada masa nifas berupa standar frekuensi kunjungan, dimana paling sedikit ibu mendapat 4 kali kunjungan atau kontak dengan petugas kesehatan untuk menilai, mencegah mendeteksi dan menangani masalah-masalah yang terjadi. Waktu dan tujuan kunjungan tersebut antara lain :12

 

Kunjungan pertama, waktu 6-8 jam setelah persalinan.

Tujuan :

  1. Mencegah perdarahan masa nifas karena persalinan atonia uteri.
  2. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan: rujuk bila
  3. perdarahan berlanjut.
  4. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
  5. bagaimana mencegah pedarahan masa nifas karena atonia uteri.
  6. Pemberian ASI awal.
  7. Memberi supervisi kepada ibu bagaimana tekhnik melakukan
  8. hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
  9. Menjaga bayi agar tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.
  10. Bila ada bidan atau petugas lain yang membantu melahirkan, maka petugas atau bidan itu harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama

 

Kunjungan Kedua, waktu: enam hari setelah persalinan.

Tujuan :

  1. Memastikan involusi uterus berjalan dengan normal.
  2. Evaluasi adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnomal.
  3. Memastikan ibu cukup makan, minum dan istirahat
  4. Memastikan ibu menyusui dengan benar dan tidak ada tanda-tanda adanya penyulit.
  5. Memberikan konseling pada ibu mengenai hal-hal berkaitan dengan asuhan pada bayi

 

Kunjungan Ketiga, waktu : dua minggu setelah persalinan.

Tujuan: Sama seperti kunjungan hari keenam.

Kunjungan Keempat, waktu: enam minggu setelah persalinan.

Tujuan:

  1. Menanyakan penyulit-penyulit yang ada.
  2. Memberikan konseling untuk KB secara dini

 

Laktasi / Menyusui

Laktasi atau menyusui mempunyai dua pengertian yaitu produksi dan pengeluaran ASI . Payudara mulai dibentuk sejak embrio berusia 18-19 minggu dan baru selesai ketika mulai menstruasi, dengan terbentuknya estrogen dan progesterone yang berfungsi untuk maturasi alveoli; sedangkan hormone prolakton adalah hormone yang berfungsi untuk produksi ASI disamping hormone lain seperti insulin, tiroksin, dan sebagainya.14

Selama kehamilan, hormone prolactin dari plasenta meningkat, tetapi ditekan oleh hormone estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau ketiga postpartum kadar estrogen dan progesterone turun drastis sehingga pengaruh prolactin lebih dominan, sehingga terjadi sekresi ASI. Menyusui dini akan menimbulkan rangsangan pada puting susu sehingga terbentuklah prolactin pada kelenjar hipofisis, sehingga sekresi ASI semakin lancar. Dua reflex pada ibu sangan penting pada proses laktasi yaitu reflex prolactin dan reflex aliran / let down reflex  yang dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar Refleks Menyusui

Sumber : Manajemen Laktasi14

 

Manfaat menyusui sangat besar baik pada ibu maupun bayi baru lahir. Secara ringkat manfaat menyusui dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Sumber : Rachel (2017)15

Sumber: https://www.pinterest.co.uk/pin/452119250074180684/

Referensi

  1. WHO Technical Consultation on Postpartum and Postnatal Care. World Healt Organization, Geneva. 2010.
  2. Survey Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kementerian Kesehatan Repiblik Indonesia; 2012.
  3. Fort AL, Kothari MT, Abderrahim N. Postpartum Care: Levels and determinants in developing countries: DHS Comparative Reports 15. Marylang USA2006.
  4. Maternal mortality in 2005; Estimates developed by UNICEF, UNFPA, and The World Bank. World Healt Organization, Geneva. 2008.
  5. Make every mother and child count. World Healt Organization, Geneva. 2005.
  6. Ahman E, Zupan J. Neonatal and perinatal mortality: country, region and global estimates 2004. World Healt Organization, Geneva. 2007.
  7. Proportion of births attended by skilled helath worker; 2008 Updated — Fact sheet. Geneva: The World Health Organization; 2008.
  8. Brick D. Content and Organization of Postnatal Care. In: Henderson C, Macdonald S, editors. Mayes’ Midwifery, A textbook for Midwife. London: Bailliere Tindall; 2004.
  9. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, III LCG, Haunt JC, Wenstrom KD. William Onstetrics. 22 ed. New York: McGraw-HILL; 2005.
  10. Cashion K. Fisiologi Maternal pada Periode Mascapartum. In: Bobak IM, Lowdermilk DL, Jensen ND, Pery SE, editors. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: Penerbit
  11. Muchtar A, Rumiatun D, Mulyati E, Nurrochmi E, Saputro H, Sursilah I, et al. Pelayanan Masa Nifas dan Keluarga Berencana. In: Mulati E, Widyaningsih Y, Royati OF, editors. Buku Ajar Kesehatan Ibu dan Anak, Continuum of Carelife cycle. Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan; 2015.
  12. Saifuddin AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Affandi B, Baharuddin M, Soekir S, editors. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono; 2006.
  13. Medforth J, Battersby S, Evans M, Marsh B, Walker A. Oxford Handbook of Midwifery. Oxford: Oxford University Press; 2006.
  14. Sigit IP, Suradi R, Masoara S, Boedihardjo SD, Marnoto W. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi. Jakarta: Perinasia; 2012.
  15. Rachel’s Remedy [Internet]2017. Available from: https://rachelsremedy.com/blogs/blog/everything-you-need-to-know-about-breastfeeding-and-more.

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

PERATURAN & PERUNDANG-UNDANGAN YANG MELANDASI TUGAS, FUNGSI DAN PRAKTIK BIDAN

Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan

Menurut PP no. 32 tahun 1996, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.1

Pada pasal dua, jenis tenaga kesehatan yang dimaksud adalah:

  1. Tenaga Kesehatan:
    1. tenaga medis;
    2. tenaga keperawatan;
    3. tenaga kefarmasian;
    4. tenaga kesehatan masyarakat;
    5. tenaga gizi;
    6. tenaga keterapian fisik;
    7. tenaga keteknisian medis.
  2. Tenaga medis meliputi dokter dan dokter gigi.
  3. Tenaga keperawatan meliputi perawat dan bidan.
  4. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker.
  5. Tenaga kesehatan masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian.
  6. Tenaga gizi meliputi nutrisionis dan dietisien.
  7. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasi terapis dan terapis wicara.
  8. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis optisien, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis.

Tenaga kesehatan perlu memenuhi persyaratan yang diatur pada pasal 3 dan seterusnya.

Perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan kesehatan dalam PP 32 ini diatur pada pasal 24 yang berbunyi:

  1. Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan;
  2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Menteri.

Selain perlindungan hukum, hal-hal lain yang diatur dalam PP no 32 tahun 1996 antara lain:

  1. perencanaan, pengadaan dan penempatan SDM (PNS),
  2. Standar profesi dan perlindungan hukum,
  3. Penghargaan,
  4. Pembinaan dan Pengawasan
  5. Ikatan Profesi dan
  6. Ketentuan Pidana :

Barang siapa dengan sengaja menyelenggarakan pelatihan di bidang kesehatan tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), dipidana sesuai dengan ketentuan Pasal 84 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

Berdasarkan ketentuan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, barang siapa dengan sengaja :

  1. melakukan upaya kesehatan tanpa ijin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1);
  2. melakukan upaya kesehatan tanpa melakukan adaptasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1);
  3. melakukan upaya kesehatan tidak sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1);
  4. tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1); dipidana denda paling banyak Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
  5. Ketentuan Penutup

 

Peraturan Pemerintah / Undang-Undang Tentang : Aborsi, Bayi Tabung, Adopsi

  1. Aborsi

Secara umum, Aborsi tidak diperbolehkan, jadi berbeda dengan di Amerika, Indonesia menganut faham Pro life, bukan Pro Choice seperti di Amerika dan Negara lainnya. Aturan mengenai aborsi terdapat dalam :

  1. Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 Pasal 15 Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu.2

Sumber: UU No. 23 Tahun 1992 Pasal 15 tentang Kesehatan.

 

  1. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 75 Butir (1) setiap orang dilarang melakukan aborsi.3

Sumber: UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 75 tentang Kesehatan.

Namun demikian, ada dua kondisi dimana seorang wanita dapat melakukan aborsi yaitu dalam PP nomor 61 Tahun 2014 Pasal 31 tentang Kesehatan Reproduksi yakni:4

  • Kehamilan karena korban perkosaan
  • Kehamilan karena kondisi darurat medis

Sumber: UU No. 61 Tahun 2014 Pasal 31 tentang Kesehatan Reproduksi.

 

Ancaman Pidana terhadap pelaku aborsi yang tidak sesuai dengan Undang-Undang di atas antara lain:

“setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.” (Pasal 194 UU Kesehatan No. 36 Tahun 2009).3

Sumber: UU No. 36 Tahun 2009 Pasal 194 tentang Kesehatan.

 

Bayi Tabung

Teknik bayi tabung In Vitro Fertilisation (IVF) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Teknik in merupakan suatu teknologi reproduksi berupa teknik menempatkan sperma di dalam vagina wanita, pertama kali berhasil dipraktekkan pada tahun 1970. Teknologi ini juga tealh berhasil dilakukan di Indonesia sejak tahun 1988.5

Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah tabung menggunakan medium cair. Jika sudah terjadi fertilisasi atau pembuahan, maka embrio akan dipindahkan ke dalam rahim isteri. Proses ini tidak menimbulkan masalah jika sperm dan ovum berasal dari pasutri yang bersangkutan. Namun sebaliknya akan menjadi masalah jika sperma berasal dari donor, atau jika sel telur yang dibuahi bukan dari sang isteri, atau adalah embrio yang akan ditanam bukan pada rahim isterinya, namun pada ibu pengganti (surrogate mother) karena rahim isteri mengalami masalah.5

Teknik bayi tabung bermula dari ditemukannya teknik pengawetan sperma. Sperma bisa bertahan hidup lama bila dibungkus dalam gliserol yang dibenamkan dalam cairan nitrogen pada temperatur -321 derajat Fahrenheit. Teknik bayi tabung ini pada mulanya ditujukan pada pasangan suami isteri yang menginginkan anak tetapi tidak mampu bereproduksi karena terjadi kerusakan permanen pada organ reproduksinya. Dengan berjalannya waktu, maka tujuan teknik ini berubah menjadi teknik pilihan bagi pasutri yang mengalami kegagalan bereproduksi atau susah bereproduksi karena penyakit dan terdesak oleh usia, sebagai contoh misalnya wanita dengan Polycystic Ovarian syndrome (PCO’s), tuba yang tidak paten : terjadi sumbatan salahsatunya karena infeksi, endometriosis, atau memang sudah ada kelainan bawaan sebelumnya; untuk suami dengan kasus gangguan sperma : azoosperma, oligosperma, dan lain sebagainya.

Syarat-syarat dilakukan IVF antara lain:5

  1. Pasangan adalah suami isteri
  2. Umur tidak lebih dari 40 tahun, diutamakan bagi yang berumur 35 tahun
  3. Belum atau sudah mempunyai anak hidup tidak lebih dari satu
  4. Sel telur berasal dari isteri dan permatozoa berasal dari suami

Indikasi dilakukan IVF:5

  1. Kedua saluran telur/tuba fallopii tidak berfungsi
  2. Infertilitas yang tidak terjelaskan : sudah menjalani serangkaian terapi, tetapi tidak membuahkan hasil, sekalipun pasutri melakukan aktivitas seksual secara normal.
  3. Endometriosis dengan umur pasien lebih dari 35 tahun
  4. Sindroma Luteinizid Unruptured Fallicte (LUF) : yakni folikelnya tidak bisa pecah saat ovulasi sehingga sel telur tidak bisa keluar dan tidak terjadi fertilisasi
  5. Oligospermia : sperma yang amat sedikit, < 20 juta/ml (normal 20 juta/ml, 1 jam setelah ejakulasi, minimal 50% bisa berenang maju dalam garis lurus, spermadengan gerakan lurus dan cepat harus lebih dari 25 persen total spermayang dikeluarkan)

Terdapat 8 jenis bayi tabung ditinjau dari asal sperma, sel telur dan tempat embrio ditanamkan yaitu :

  1. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum pasutri dan embrionya di transplantasikan ke rahim isterinya.
  2. Bayi tabung yang menggunakan sperma dan ovum pasutri dan embrionya di transplantasikan ke rahim surrogate mother.
  3. Bayi tabung yang menggunakan sperma suami, ovum dari donor dan embrionya di transplantasikan ke rahim isterinya.
  4. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor, ovum dari isteri dan embrionya di transplantasikan ke rahim isterinya.
  5. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor, ovum dari donor, dan embrionya di transplantasikan ke rahim isterinya.
  6. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari suami, ovum dari donor dan embrionya di transplantasikan ke rahim surrogate mother.
  7. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor, ovum dari isteri dan embrionya di transplantasikan ke rahim surrogate mother.
  8. Bayi tabung yang menggunakan sperma dari donor, ovum dari donor dan embrionya di transplantasikan ke rahim surrogate mother.

Peraturan bayi tabung di Indonesia di atur dalam Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 379/Menkes/Ins/VIII/1990 tanggal 9 Agustus 1990, bahwa:6

  1. Program bayi tabung memerlukan investasi yang sangat mahal, baik ditinjau dari segi institusi pelayanan maupun segi pasien.
  2. Untuk menjamin pelayanan bayi tabung yang bermutu perlu diadakan akreditasi terlebih dahulu terhadap sarana dan prasarana.
  3. Program pelayanan bayi tabung mempunyai berbagai aspek baik menyangkut moral, etika, hukum dna agama yang masih perlu pengkajian lebih mendalam oleh karena itu perlu pengendalian terhadap program tersebut.

 

Berdasarkan Surat Keputusan Majelis Ulama Indonesia No. KEP-952/MUI/XI/1990 tanggal 26 November 1990, menetapkan:

  1. Inseminasi buatan / bayi tabung denga sperma dan ovum yang diambil dari pasutri yang sah secara muhtaram dibenarkan oleh Islam, selama mereka masih dalam ikatan suami isteri sah.
  2. Inseminasi buatan / bayi tabung sperma dan ovum yang diambil secara muhtaram dari pasangan pasutri untuk isteri-isterinya yang lain hukumnya haram / tidak dibenarkan oleh Islam.
  3. Inseminasi buatan / bayi tabung denga sperma dan ovum yang diambil dari bukan suai isteri hukumnya haram.

Hukum Pemerintah lain yang mengatur tentang bayi tabung di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 pasal 16 yaitu:2

  1. Kehamilan diluar cara alami dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir untuk membantu suami isteri mendapatkan keturunan;
  2. Upaya kehamilan diluar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami isteri yang sah dengan ketentuan:
    1. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami isteri yang bersangkutan; ditanamkan dalam rahim isteri darimana ovum itu berasal;
    2. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu;
    3. Pada sarana kesehatan tertentu.
  3. Ketentuan mengenai persyaratan penyelenggaraan kehamilan di luar cara alami sebagaimana dimaksud dalam ayak (1) dan (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Kedudukan Hukum Anak yang Dilahirkan dari Hasil Proses Bayi Tabung

Berpedoman pada UU no 23 tahun 1992 pasal 16 dan Instruksi Menkes Nomor 285/Men.Kes/Per/IX/1989 yang menunjuk jenis intervensi teknologi yang diperbolehkan dalam prosen bayi tabung, kedua peraturan tersebut harus ditafsirkan sebagai :

  • Anak itu secara biologis adalah anak dari pasangan suami isteri karena menggunakan sperma dan ovum dari pasangan tersebut;
  • Yang melahirkan anak itu adalah siteri suami tersebut;
  • Orang tua anak itu terikat dalam perkawinan yang sah.

Menurut pasal 42 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan: “ anak yang sah adalah anak yang lahir dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.” 7

Jadi berdasarkan pasal 42 UU No 1 thn 1974 tentang Perkawinan tersebut diatas maka anak yang terlahir dari proses bayi tahun dari sperma suami dan isteri yang sah adalah anak sah, demikian juga darisperma donor, asalkan dalam melakukan proses tersebut suamimengetahui dan ikut menyetujui serta tidak mengingkarinya.5 Namun secara hokum agama Islam tidak sesuai karena haram hukumnya jika proses bayi tabung berasal dari donor sperma atau ovum.

 

 

Adopsi (Dari berbagai sumber artikel dari internet)

Pengertian Adopsi

Adopsi adalah suatu proses penerimaan seorang anak dari seseorang atau lembaga organisasi ke tangan orang lain secara sah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Adopsi juga berarti memasukkan anak yang diketahuinya sebagai anak orang lain  kedalam keluarganya dengan status fungsi sama dengan anak kandung.

Adopsi juga diartikan sebagai perbuatan hukum, dimana seseorang yang cakap mengangkat seorang anak orang lain menjadi anak sah-nya.
Pada adopsi tidak berarti memutuskan hubungan darah dengan orang tua kandungnya, tetapi secara hukum terbentuk hubungan hukum sebagai orang tua dan anak:8-10

  • Adopsi dikenal dalam seluruh sistem hukum adat di Indonesia
  • Pengaturan tentang pengangkatan anak diatur antara lain di KUH Perdata, UU No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, PP no 54 tahun 2007
  • Pengaturan tehnisnya banyak tersebar di Surat Edaran Mahkamah Agung

 

Aspek Hukum Adopsi

Pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak atau yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak dapat mengajukan permohonan pengesahan atau pengangkatan anak. Demikian juga bagi mereka yang memutuskan untuk tidak menikah atau tidak terikat dalam perkawinan.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan adopsi :

  • Pihak yang mengajukan adopsi: Pasangan Suami Istri; Ketentuan mengenai adopsi anak bagi pasangan suami istri diatur dalam:
  1. SEMA No.6 tahun 1983 tentang penyempurnaan Surat Edaran Nomor 2 tahun 1979 tentang pemeriksaan permohonan pengesahan/ pengangkatan anak.
  2. Keputusan Menteri Sosial RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak juga menegaskan bahwa syarat untuk mendapatkan izin adalah calon orang tua angkat berstatus kawin dan pada saat mengajukan permohonan pengangkatan anak, sekurang-kurangnya sudah kawin lima tahun. Keputusan Menteri ini berlaku bagi calon anak angkat yang berada dalam asuhan organisasi sosial.

 

  • Orang tua tunggal
    1. Staatblaad 1917 No. 129.

Staatblaad ini mengatur tentang pengangkatan anak bagi orang-orang Tionghoa yang selain memungkinkan pengangkatan anak oleh Anda yang terikat perkawinan, juga bagi yang pernah terikat perkawinan (duda atau janda). Namun bagi janda yang suaminya telah meninggal dan sang suami meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak, maka janda tersebut tidak dapat melakukannya.
Pengangkatan anak menurut Staatblaad ini hanya dimungkinkan untuk anak laki-laki dan hanya dapat dilakukan dengan Akte Notaris. Namun Yurisprudensi (Putusan Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta) tertanggal 29 Mei 1963, telah membolehkan mengangkat anak perempuan. 17

  1. Surat Edaran Mahkamah Agung No.6 Tahun 1983
    Surat Edaran Mahkamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur tentang pengangkatan anak antar Warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat (private adoption), juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption). Jadi, jika Anda belum menikah atau Anda memutuskan untuk tidak menikah dan Anda ingin mengadopsi anak, ketentuan ini sangat memungkinkan Anda untuk melakukannya.
  2. Tata cara mengadopsi. Surat Edaran Mahkamah Agung RI No.6/83 yang mengatur tentang cara mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk mengadopsi anak harus terlebih dahulu mengajukan permohonan pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri di tempat anak yang akan diangkat itu berada. Bentuk permohonan itu bisa secara lisan atau tertulis, dan diajukan ke panitera. Permohonan diajukan dan ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai secukupnya dan dialamatkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal/domisili anak yang akan diangkat .
  3. Isi permohonan. Adapun isi Permohonan yang dapat diajukan adalah:-motivasi mengangkat anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak tersebut. -penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut di masa yang akan datang. Untuk itu dalam setiap proses pemeriksaan, juga harus membawa dua orang saksi yang mengetahui seluk beluk pengangkatan anak tersebut. Dua orang saksi itu harus pula orang yang mengetahui betul tentang kondisi pemohon (baik moril maupun materil) dan memastikan bahwa pemohon akan betul- betul memelihara anak tersebut dengan baik. 18Yang dilarang dalam permohonan
  4. Yang dilarang dalam permohonan. Ada beberapa hal yang tidak diperkenankan dicantumkan dalam permohonan pengangkatan anak, yaitu:
    • (1) menambah permohonan lain selain pengesahan atau pengangkatan anak.
    • (2) pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon. Hal ini disebabkan karena putusan yang dimintakan kepada Pengadilan harus bersifat tunggal, tidak ada permohonan lain dan hanya berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak angkat dari pemohon, atau berisi pengesahan saja. Mengingat bahwa Pengadilan akan mempertimbangkan permohonan, maka pemohon perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, termasuk pula mempersiapkan bukti-bukti yang berkaitan dengan kemampuan finansial atau ekonomi. Bukti-bukti tersebut akan memberikan keyakinan kepada majelis hakim tentang kemampuan pemohon dan kemungkinan masa depan anak tersebut. Bukti tersebut biasanya berupa slip gaji, Surat Kepemilikan Rumah, deposito dan sebagainya.
  5. Pencatatan di kantor Catatan Sipil. Setelah permohonan Anda disetujui Pengadilan, Anda akan menerima salinan Keputusan Pengadilan mengenai pengadopsian anak. Salinan yang Anda peroleh ini harus Anda bawa ke kantor Catatan Sipil untuk menambahkan keterangan dalam akte kelahirannya. Dalam akte tersebut dinyatakan bahwa anak tersebut telah diadopsi dan didalam tambahan itu disebutkan pula nama Anda sebagai orang tua angkatnya.
  6. Akibat hukum pengangkatan anak. Pengangkatan anak berdampak pula pada hal perwalian dan waris.
    • (1) Perwalian
      Dalam hal perwalian, sejak putusan diucapkan oleh pengadilan, maka orang tua angkat menjadi wali dari anak angkat tersebut. Sejak saat itu pula, segala hak dan kewajiban orang tua kandung beralih pada orang tua angkat. Kecuali bagi anak angkat perempuan beragama Islam, bila dia akan menikah maka yang bisa menjadi wali nikahnya hanyalah orangtua kandungnya atau saudara sedarahnya. 19
    • (2) Waris
      Khazanah hukum kita, baik hukum adat, hukum Islam maupun hukum nasional, memiliki ketentuan mengenai hak waris. Ketiganya memiliki kekuatan yang sama, artinya seseorang bisa memilih hukum mana yang akan dipakai untuk menentukan pewarisan bagi anak angkat.

 

Aspek Hukum Adopsi

  1. Hukum Adat

Bila menggunakan lembaga adat, penentuan waris bagi anak angkat tergantung kepada hukum adat yang berlaku. Bagi keluarga yang parental, —Jawa misalnya, pengangkatan anak tidak otomatis memutuskan tali keluarga antara anak itu dengan orangtua kandungnya. Oleh karenanya, selain mendapatkan hak waris dari orangtua angkatnya, dia juga tetap berhak atas waris dari orang tua kandungnya. Berbeda dengan di Bali, pengangkatan anak merupakan kewajiban hukum yang melepaskan anak tersebut dari keluarga asalnya ke dalam keluarga angkatnya.
Anak tersebut menjadi anak kandung dari yang mengangkatnya dan meneruskan kedudukan dari bapak angkatnya (M. Buddiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi Hukum, AKAPRESS, 1991).

  1. Hukum Islam

Dalam hukum Islam, pengangkatan anak tidak membawa akibat hukum dalam hal hubungan darah, hubungan wali-mewali dan hubungan waris mewaris dengan orang tua angkat. Ia tetap menjadi ahli waris dari orang tua kandungnya dan anak tersebut tetap memakai nama dari ayah kandungnya (M. Budiarto, S.H, Pengangkatan Anak Ditinjau Dari Segi hukum, AKAPRESS, 1991)

  1. Peraturan Per-Undang-undangan
  2. Dalam Staatblaad 1917 No. 129, akibat hukum dari pengangkatan anak adalah anak tersebut secara hukum memperoleh nama dari bapak angkat, dijadikan sebagai anak yang dilahirkan dari perkawinan orang tua angkat dan menjadi ahli waris orang tua angkat. Artinya, akibat pengangkatan tersebut maka terputus segala hubungan perdata, yang berpangkal pada keturunan karena kelahiran, yaitu antara orang tua kandung dan anak tersebut.

 

Undang – Undang Pengangkatan Anak

Pengangkatan Anak diatur dalam pasal 39 – 41 UUPA

Pasal 39

  • (1) Pengangkatan anak hanya dpt dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
  • (2) Pengangkatan anak sebagaimana diatur dalam ayat (1), tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya.
  • (3) Calon orang tua anak harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat
  • (4) Pengangkatan anak oleh WMA hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir
  • (5) Dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat

Pasal 40

  • (1) Orang tua wajib memberitahukan keoada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya
  • (2) Pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan kesiapan anak yang bersangkutan

Pasal 41

  • (1) Pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP No 54 Tahun 2007)

 

Pihak Yang Dapat Mengajukan Adopsi

 

  1. Pasangan suami istri

Hal ini diatur dalam SEMA No 6 tahun 1983 ttg pemeriksaan permohonan pengesahan/pengangkatan anak. Selain itu Keputusan Mensos RI No. 41/HUK/KEP/VII/1984 ttg Petunjuk Pelaksanaan

Pengangkatan Anak

  1. Orang tua Tunggal

Janda/duda, kecuali janda yang suaminya pada saat meninggal meninggalkan wasiat yang isinya tidak menghendaki pengangkatan anak WNI yang belum menikah atau memutuskan tidak menikah.

 

Syarat anak yang akan diangkat (PP no 54 tahun 2007 Pasal 12 ayat (1)) 

  • (1) Belum berusia 18 tahun
  • (2) Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan
  • (3) Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak,dan
  • (4) Memerlukan perlindungan khusus

 

Syarat usia anak yang akan diangkat (PP no 54 tahun 2007 ayat (2))

  • (1) Anak usia < 6 tahun, prioritas utama
  • (2) Anak usia 6 – < 12 tahun , alasan mendesak
  • (3) Anak usia 12 – 18 tahun memerlukan perlindungan khusus

 

Syarat orang tua angkat (PP No 54 tahun 2007 Pasal 13)

  • (1) Sehat jasmani dan rohani
  • (2) Berumur minimal 30 tahun dan maksimal 50 tahun
  • (3) Beragama sama dengan calon anak angkat
  • (4) Berkelakuan baik tidak pernah dihukum
  • (5) Berstatus  menikah paling singkat 5 tahun
  • (6) Tidak merupakan pasangan sejenis
  • (7) Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu anak
  • (8) Keadaan mampu ekonomi dan sosial
  • (9) Memperoleh persetujuan anak dan izin tertulis ortu wali anak
  • Membuat pernyataan tertulis tentang pengangkatan anak
  • Adanya laporan sosial dari pekerja sosial setempat
  • Telah mengasuh calon anak angkat paling singkat 6 bulan sejak ijin pengasuh diberikan
  • Memperoleh izin menteri/kepala instansi

 

  1. Keputusan Menteri Kesehatan Tentang Registrasi & Praktik Bidan

../../../../UU_PERATURAN/Kesehatan/Kepmenkes no 369 tahun 2007.pdf

  1. Peraturan Menteri Kesehatan Tentang Registrasi Dan Praktik Bidan

../../../../UU_PERATURAN/Kesehatan/Permenkes-1464-2010-ttg-praktik-bidan.pdf

 

 

 

Referensi

  1. Peraturan Pemerintah No 32 Tahun 1996 Tentang Tenaga Kesehatan. 1996.
  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. 1992.
  3. Undang Undang Republik Indonesia No.36 Tahun 2009. In: KEMENKES, editor. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia; 2009.
  4. Peraturan PEmerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
  5. Dewi RWL. Aspek Hukum penyelenggara bayi tabung dalam hukum positif Indonesia. Perspektif. 2001;6(2):107-15.
  6. Instruksi Menteri Kesehatan RI No. 379/Menkes/Ins/VIII/1990 tanggal 9 Agustus 1990.
  7. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
  8. Undang – Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
  9. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
  10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.

 

Posted in Uncategorized | Leave a comment

PENTINGNYA LANDASAN HUKUM DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Peraturan Perundang-Undangan yang Melandasi Praktik Kebidanan

Hukum adalah himpunan petunjuk atas kaidah / norma yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, oleh karena itu harus ditaati olehmasyarakat yang bersangkutan. Hukum dilihat dari isinya terdiri dari norma dan kaidah tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan, yang dilarang atau yang diperbilehkan.1

Hubungan hukum perundang-undangan dan hukum yang berlaku dengan tenaga kesehatan adalah “ Klien sebagai penerima jasa kesehatan mempunyai hubungan timbal balik dengan tenaga kesehatan yang dalam hal ini adalah pemberi jasa. Hubungan timbal balik ini mempunyai dasar hukum yang merupakan peraturan pemerintah. Klien sebagai penerima jasa kesehatan dan tenaga kesehatan sebagai pemberi jasa sama-sama mempunyai hak dan kewajiban.1

Bidan sebagai suatu tenaga profesional diatur oleh kebijakan dalam suatu Negara. Di Indonesia, ada beberapa Kebijakan baik itu Undang-Undang hingga SK pemerintah setempat yang mengatur praktik kebidanan. Bidan sebagai profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:1

  1. Mengembangkan pelayanan yang unik kepasa masyarakat;
  2. Anggota-anggotanya dipersiapkan melalui suatu program pendidikan yang ditujukan untuk maksud profesi yang bersangkutan;
  3. Memiliki serangkaian pengetahuan ilmiah;
  4. Anggota-anggotanya bebas mengambil keputusan dalam menjalankan profesianya dalam koridor yang telah ditetapkan;
  5. Anggota – anggotanya wajar menerima imbalan jasa atas pelayanan yang telah diberikan
  6. Memiliki suati organisasi profesi yang senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan kepasa masyarakat olehanggotanya.

Bidan adalah jabatan professional yang memiliki beberapa persayaratan sebagai tenaga professional antara lain:

  1. Memberikan pelayanan kepasa masyarakat yang bersifar khusu atau spesialis;
  2. Melalui jenjang pendidikan yang menyiapkan bidan sebagai tenaga professional;
  3. Keberadaannya diakui dan diperlukan oleh masyarakat;
  4. Mempunyai kewenangan yang di sahkan atau diberikan oleh pemerintah;
  5. Mempunyai peran dan fungsi yang jelas;
  6. Mempunyai kompetensi yang jelas dan terukur;
  7. Memiliki organisasi profesi sebagai wadah;
  8. Memiliki kode etik bidan;
  9. Memiliki etika kebidanan;
  10. Memiliki standar pelayanan kebidanan;
  11. Memiliki standar praktek kebidanan;
  12. Memiliki standar pendidikan yang mendasari dan mengembangkan profesi sesuai dengan kebutuhan pelayanan;
  13. Memiliki standar pendidikan berkelanjutan sebagai wahana pengembangan kompetensi.

Adapun peraturan perundang-undangan tersebut yang melandasi praktik kebidanan di Indonesia adalah: 2-6

  1. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Tugas Dan Tanggung Jawab Tenaga Kesehatan
  2. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 Tentang Registrasi Dan Praktik Bidan
  3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/Sk/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan
  4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/149/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
  5. Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 Tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktek Bidan.

Semua bentuk peraturan perundang-undangan di atas wajib diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh masing-masing bidan sebagai praktisi kesehatan diseluruh wilayah Indonesia. Bidan juga perlu memahami dan mengamalkan filosofi profesinya. Ada lima filosofi dasar kebidanan yakni:7

  1. Normal and natural child birth
  2. Women centre care
  3. Continuity of care
  4. Empowering women
  5. Women and family partnership

Filosofi kebidanan berdasarkan Kepmenkes RI No. 369/Menkes/SK/III/2007 adalah:4

  1. Keyakinan tentang kehamilan dan persalinan : hamil dan persalinan merupakan suatu proses alamiah dan bukan suatu penyakit.
  2. Keyakinan tentang perempuan : setiap perempuan adalah pribadi yang unik, mempunyai hak, kebutuhan, keinginan masing-masing. Oleh sebab itu, perepuan harus berpartisipasi aktif dalam setiap asuhan yang diterimanya.
  3. Keyakinan mengenaui fungsi profesi dan manfaatnya : fungsi utama profesi bidan adalah mengupayakan kesejateraan ibu dan bayinya, proses fisiologis harus dihargai, didukung dan dipertahankan. Bila timbul penyulit, dapat menggunakan teknologi tepat guna dan rujukan efektif, untuk memastikan kesejahteraan perempuan dan janin/bayinya.
  4. Keyakinan tentang pembedayaan dan membuat keputusan : Perempuan harus diberdayakan untuk mengambil keputusan tentang kesehatan diri dankeluarganya melalui kemunikasi, informasi dan edukasi (KIE) serta konseling. Pengambilan keputusan merupakan tanggung jawab bersama antara perempuan, keluarga dan pemberi asuhan.
  5. Keyakinan tentang tujuan asuhan : untuk menyelamatkan ibu dan bayi (mengurangi kesakitan dan kematian). Asuha kebidanan berfokus pada;
    1. Pencegahan dan promosi kesehatan yang bersifat holistic, diberikan dengan cara kreatif dan flexible, supportif, peduli.
    2. Bimbingan, monitor dan pendidikan berpusat pada perempuan.
    3. Asuhan berkesinambungan, sesuai keinginan dan tidak otoriter serta menghormati pilihan perempuan.
  6. Keyakinan tentang kolaborasi dan kemitraan : praktik kebidanan dilakukan dengan menempatkan perempuan sebagai partner denganpemahaman holistic terhadap perempuan, sebagai salah satukesatuan fisik, psikis, emosonal, social, budaya, spiritual yang unik, merupakan suatu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dan tidak ada individu yang sama.
  7. Keyakinan profesi, Bidan mempunyai pandangan hidupa Pancasila : seorang menganut filosofis yang mempunyai keyakinan didalam dirinya bahwa semua manusia adalah mahkluk bio-psiko-sosio-kultural dan spiritual yang unik merupakan suatu kesatuan jasmani dan rohani yang utuh dan tidak ada individu yang sama.
  8. Bidan meyakini bahwa setiap individu berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, dan memuaskan sesuai dengan kebutuhan dan perbedaan kebudayaan. Setiap individu berhak menentukan nasib sendiri, danmendapatkan informasi yang cukup dan untuk berperan di segala aspek pemeliharaan kesehatannya.
  9. Setiap individu berhak untuk dilahirkan secara sehat. Untuk itu, maka setiap wanita usia subur ibu hamil, melahirkan dan bayinya berhak mendapatkan pelayanan yang berkualitas.
  10. Pengalaman melahirkan anak merupakan tugas perkembangan keluaraga, yang membutuhkan persiapan sampai anak menginjak masa-masa remaja.
  11. Keluarga-keluarga yang berada dalam suatu wilayah / daerah membentuk masyarakat kumpulan dan masyarakat Indonesia terhimpun dalam suatu kesatuan Bangsa Indonesia. Manusia terbentuk karena adanya interaksi antara manusia dan budaya dalam suatu lingkungan yang bersifat dinamis mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang teroganisir.

 

Hak-Hak Klien & Persetujuannya Untuk Bertindak

Hak pasien antara lain:8

  1. Pasien berhak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan perturan yang berlaku di rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan
  2. Pasien berhak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan jujur
  3. Pasien berhak memperoleh pelayanan kebidanan sesuai dengan profesi bidan tanpa diskriminasi
  4. Pasien berhak memilih bidan yang akan menolongnya sesuai dengan keinginannya
  5. Pasien berhak mendapatnkan informasi yang meliputi kehamilan, persalinan, nifas dan bayinya yang baru dilahirkan
  6. Pasien berhak mendapat pendampingan suami atau keluarga selama proses persalinan berlangsung
  7. Pasien berhak memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan sesuai dengan perutan yang berlaku di rumah sakit
  8. Pasien berhak dirawat oleh dokter yang secara bebas menetukan pendapat kritis dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar
  9. Pasien berhak meminta konsultasi kepada dokter lain yang terdaftar di rumah sakit tersebut (second opinion) terhadap penyakit yang dideritanya.
  10. Pasien berhak meminta atas privacy dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk data-data medisnya
  11. Pasien berhak mendapatkan informasi yang meliputi: penyakit yang diderita, tindakan kebidanan yang akan dilakukan, alternatif terapi lainnya, prognosanya, perkiraan biaya pengobatan.
  12. Pasien berhak menyetujui/memberikan izin atas tindakan yang akan dilakukannya oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
  13. Pasien berhak menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya
  14. Pasien berhak didampingi keluarganya dalam keadaan kritis
  15. Pasien berhak menjalankan ibadah sesuai agama/kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya.
  16. Pasien berhak atas keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit
  17. Pasien berhak menerima atau menolak bimbingan moril maupun spiritual
  18. Pasien berhak mendapatkan perlindungan hukum atas terjadinya kasus malpraktek

 

Kewajiban pasien antara lain:8

  1. Pasien dan keluarganya berkewajiban untuk mentaati segala peraturan dan tata tertib rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan
  2. Pasien berkewajiban untuk mematuhi segala instruksi dokter, bidan, perawat yang merawatnya
  3. Pasien dan atau penanggungnya berkewajiban untuk melunasi semua imbalan atas jasa pelayanan rumah sakit atau institusi pelayanan kesehatan dokter, bidan dan perawat.
  4. Pasien dan atau penanggungnnya berkewajiban memenuhi hal-hal yang selalu disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

 

Tanggung Jawab Dan Tanggung Gugat Bidan Dlm Praktik Kebidanan

  1. Hak bidan :8
  2. Bidan berhak mendapat perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya
  3. Bidan berhak untuk bekerja sesuai dengan standar profesi pada setiap tingkat jenjang pelayanan kesehatan
  4. Bidan berhak menolak keinginan pasien/klien dan keluarga yang betentangan dengan peraturan perundangan, dan kode etik profesi
  5. Bidan berhak atas privasi/kedirian dan menuntut apabila nama baiknya dicemarkan baik oleh pasien, keluarga maupun profesi lainnya
  6. Bidan berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan
  7. Berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai
  8. Bidan berhak mendapat kompensasi dan kesejahteraan yang sesuai

 

Kewajiban bidan

  1. Bidan wajib mematuhi peraturan rumah sakit sesuai dengan hubungan hukum antara bidan tersebut dengan rumah sakit bersalin dan sarana pelayanan dimana ia bekerja.
  2. Bidan wajib memberikan pelayanan asuhan kebidanan sesuai dengan standar profesi dengan menghormati hak-hak pasien
  3. Bidan wajib merujuk pasien dengan penyulit kepada dokter yang mempunyai kemampuan dan keahlian sesuai dengan kebutuhan pasien
  4. Bidan wajib memberi kesempatan kepada pasien untuk didampingi suami atau keluarga
  5. Bidan wajib untuk memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinannya
  6. Bidan wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien
  7. Bidan wajib memberikan informasi yang akurat tentang tindakan yang akan dilakukannya serta risiko yang mungkin dapat timbul
  8. Bidan wajib meminta persetujuan tertulis (informed consent) atas tindakan yang akan dilakukan.
  9. Bidan wajib medokumentasikan asuhan kebidanan yang diberikan
  10. Bidan wajib mengikuti perkembangan iptek dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal
  11. Bidan wajib bekerja sama dengan profesi lain dan pihak yang terkait secara timbal balik dalam memberikan asuhan kebidanan

 

Referensi

  1. 50 Tahun Ikatan bidan Indonesia. Sofyan M, Madjid NA, Siahaan R, editors. jakarta: PP IBI; 2009.
  2. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN. 1992.
  3. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 900/ Menkes/SK/VII/2002 Tentang Registrasi Dan Praktik Bidan. 2002.
  4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 369/Menkes/Sk/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan. 2007.
  5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/Menkes/149/2010 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan. 2010.
  6. Permenkes RI No. 1464/Menkes/SK/X/2010 Tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktek Bidan. 2010.
  7. Indrayani, Djami MEu. Asuhan Persalinan dan Bayi Baru Lahir. Jakarta: CV Trans Info Media; 2013.
  8. Mafluha Y, Nurzannah S. Modul Etika dan Hukum Kesehatan Bagi Mahasiswa Diploma III Kebidanan. Tangerang: Akademi Kebidanan Bina Husada Tangerang; 2016.
Posted in Uncategorized | Leave a comment

Aspek Hukum dalam Praktik Kebidanan

Pengertian Hukum Dan Keterkaitanya Dengan Moral & Etika

Hukum, etika dan kesehatan reproduksi telah di eksplorasi secara luas sejak bertahun-tahun yang lalu adalah bukti dimana masyarakat terus menerus membutuhkan dan menuntut layanan yang professional dan memuaskan. Dilaporkan bahwa ada saat dimana ketiga unsur tersebut dapat bekerja secara bersama-sama yang dapat digunakan untuk mengklarifikasi posisi yang lain, sebaliknya ada saat dimana ada celah diantara dua hal yang berkahir buntu atau tidak ada jalan keluarnya.1

Pada praktik kesehatan modern, termasuk juga praktik kebidanan, dapat ditemukan bahwa meskipun tenaga kesehatan (nakes) didukung / dilindungi oleh hukum, yang telah diupayakan oleh organisasi profesi sehingga setiap organisasi profesi di bidang kesehatan mempunyai payung hukum, namun pada kenyataannya nakes dilindungi oleh hukum, tetapi juga dilain pihak atau pada kesempatan yang sama / berbeda dapat juga didesak oleh hukum.

Ketakutan terhadap proses pengadilan tampaknya menjadi prinsip acuan praktik modern. Manajemen risiko dan pengaturan klinis berada di urutan atas di sebagian besar agenda layanan kesehatan. Alasan utama hal ini terjadi adalah perbaikan praktik klinik dan pembentukan standar umum. Keterlibatan bidan dalam inisiasi tersebut merupakan hal yang penting jika kolaborasi dan kerjasama antar disiplin ingin ditingkatkan.1 Jadi, semua bidan seharusnya memahami dengan baik hukum yang berhubungan dengan praktik kebidanan, sehingga dapat melakukan praktik kebidanan dengan aman.

Hukum

Syarifuddin (2014) dalam publikasinya menyebutkan bahwa pengertian hukum yang digunakan dalam bahasa Indonesia berasalah dari kata hukm, yang berarti norma atau kaidah, yakni aturan, tolok ukur, patokan, pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku manusia dan benda. Secara etimologis kata hukum bersumber dari kata ha ka ma yang berarti menolak. Dari sini terbentuk kata “al-hakamu” yang berarti menolak kezaliman atau penganiayaan. Sedangkan secara terminologi, hukum adalah suatu aturan dan ukuran perbuatan yang menjuruskan perbuatan-perbuatan tersebut ke tujuan yang semestinya.2

Hukum adalah himpunan petunjuk atas kaidah atau norma yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, oleh karena itu harus di taati oleh masyarakat yang bersangkutan. Hukum adalah aturan di dalam masyarakat tertentu. Hukum di lihat dari isinya terdiri dari norma atau kaidah tentang apa yang boleh dilakukan dan tidak, dilarang atau diperbolehkan.3

Hukum memiliki pengertian yg beragam karena memiliki ruang lingkup dan aspek yang luas. Hukum dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan, disiplin, kaidah, tata hukum, petugas atau hukum, keputusan penguasa, proses pemerintahan, sikap dan tindakan yang teratur dan juga sebagai suatu jalinan nilai-nilai. Hukum juga merupakan bagian dari norma yaitu norma hukum.

Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Wikanjati dan Tim, 2012), Hukum adalah: (1) Peraturan yang dibuat oleh penguasa (pemerintah) atau adat yang berlaku bagi semua orang dulu satu masyarakat (Negara); (2) Undang-Undang, peraturan, dan sebagainya untuk mengatur pergaulan hidup di masyarakat; (3) patokan (kaidah, ketentuan) mengenai suatu peristiwa (alam, dan sebagainya); (4) keputusan (pertimbangan) yang ditetapkan oleh hakim (di pengadilan); Vonis.4

Kriyantono membagi pengertian hukum menjadi beberapa bagian sebagai berikut:5

  1. Hukum dalam arti keputusan penguasa

Sebagai keputusan penguasa, hukum merupakan serangkaian peraturan tertulis, seperti : (1) Undang-Undang; (2) Keputusan Presiden; (3) Peraturan Pemerintah; (4) Keputusan Menteri, dan lain sebagainya. Penguasa disini adalah mereka yang memiliki wewenang untuk mengatur hubungan dalam masyarakat agar sesuai dengan hukum yang berlaku.

  1. Hukum dalam arti Sikap dan Tindakan

Dalam konsep ini, hukum juga berarti keajegan dalam perilaku yang diterima oleh nilai dan norma masyarakat. Konsep ini lebih cenderung pada pembahasan etika.

  1. Hukum dalam arti Kaidah

Hukum sebagai kaidah adalah himpunan petunjuk hidup (perintah-perintah) dana larangan-larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat dan seharusnyalah ditaati oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, pelanggaran petunjuk tersebut dapat meimbulkan tindakan dair pihak pemerintah terhadap masyarakat itu.

Berdasarkan berbagai teori definisi hukum diatas maka dapat disintesiskan pengertian hukum adalah serangkaian aturan, kaidah, dan norma yang mengatur kehidupan masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis dalam berinteraksi antara satu dengan lainnya, dapat berasal dari pemerintah, adat maupun agama.

Selanjutnya akan dibahas hukum yang berkaitan dengan kesehatan. Pengertian hukum kesehatan adalah peraturan perundang-undangan dalam bidang kesehatan yang mengatur tentang pelayanan medic dan sarana medik.6

Moral

Moral adalah segala sesuatu yang dinilai seharusnya oleh masyarakat. Menurut Robert M.Z. Lawang, norma diartikan patokan perilaku dalam suatu kelompok tertentu. Norma memungkinkan seseorang untuk menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang lain; dan norma ini merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau menolak perilaku seseorang.7, 8

Moral adalah tradisi kepercayaan mengenai perilaku yang benar dan yang salah. Moral adalah institusi sosial dengan sejarah dan seperangkat aturan. Kita mulai belajar mengenai perilaku moral sejak dahulu kala, sebagaimana pernyataan orang bijak berikut: “Perlakukan orang lain sebagaimana layaknya kita ingin diperlakukan”, selalu ucapkan, “terima kasih’’. Saat kita tumbuh dewasa secara fisik dan mental, kita belajar mengenai peraturan-peraturan yang diharapkan masyarakat untuk kita ikuti. Aturan perilaku ini adalah moral kita. Meskipun masyarakat di sekeliling dunia tidak semuanya mengikuti seperangkat moral yang sama, terdapat kesamaan diantara semuanya. “melakukan apa yang secara moral benar,” adalah landasan dasar perilaku sosial kita.9

Moral berasal dari bahasa Latin yakni Mores kata jamak dari mos yang berarti adat kebiasaan. Sedangkan dalam bahasa Indonesia moral diartikan dengan susila. Istilah moral senantiasa mengacu kepada baik buruknya perbuatan manusia sebagai manusia. Inti pembicaraan tentang moral adalah menyangkut bidang kehidupan manusia dinilai dari baik buruknya perbuatannya selaku manusia. Norma moral dijadikan sebagai tolak ukur untuk menetapkan betul salahnya sikap dan tindakan manusia, baik buruknya sebagai manusia. Moral memiliki makna ganda. Makna yang pertama adalah seluruh kaidah. Dan makna yang kedua adalah nilai yang berkenaan dengan ikhwal baik atau perbuatan baik manusia.7

Terdapat beberapa jenis normal sosial, yang menurut para sosiolog masih belum jelas batasannya, tetapi telah konsesus yang membagai jenis norma sosial antara lain:7

  1. Folkways

Folkways diartikan dari arti kata-katanya berarti tatacara (ways) yang lazim dikerjakan atau diikuti oleh literatur-literatur sosiologi. Folkways dimaksudkan untuk menyebutkan seluruh norma-norma sosial yang terlahir dari adanya pola-pola tingkah pekerti yang selalu diikuti oleh orang-orang kebanyakan – di dalam hidup mereka sehari- hari yang dipandang sebagai hal yang telah terlazim. Walaupun folkways semula hanya merupakan kebiasaan dan kelaziman belaka (yaitu sesuatu yang terjadi secara berulang- ulang dan ajeg di dalam realita), maka berangsur-angsur dirasakan adanya kekuatan yang bersifat standard, yang akhirnya secara normatif wajib dijalani. Misalnya praktek-praktek penggunaan tata bahasa dan perbendaharaan bahasa; berapa kali kita makan sehari; cara kita berpakaian; cara merawat dan membersihkan tubuh; cara mengucapkan salam dan lain sebagainya.

Folkways biasanya berlaku pada orang di dalam batas-batas tertentu. Ancaman- ancaman terhadap sanksi pelanggaran-pelanggaran folkways pun hanya akan datang dari kelompok-kelompok tertentu itu saja. Oleh karena itu, sanksi-sanksi informil yang mempertahankan folkways seringkali tidak terbukti tidak efektif kalau ditujukan kepada orang-orang yang tidak menjadi warga penuh dari kelompok pendukung folkways itu. Misalnya bidan yang bertugas di desa, tidak mungkin berdandan menor, memakai sepatu high heel saat melakukan home visit, atau bergaya jet set. Tentunya bidan harus menyesuaikan kehidupan di pedesaan, siapa yang dilayani, bagaimana norma dankebiasaan setempat. Meskipun bidan adalah agen perubahan terhadap perilaku hidup sehat, tetapi ada nilai-nilai di masyarakat yang harus dapat dipahami dan dijalankan, namun tetap berfungsi sebagai tenaga kesehatan yang professional.

  1. Mores

Mores sering dirumuskan di dalam bentuk yang negatif berupa larangan keras atau sebagai hal yang dianggap tabu misalnya: larangan perkawinan antara saudara yang masih berdarah dekat. Larangan melakukan hubungan suami isteri yang tidak terikat tali perkawinan (berzina). Mores tidak hanya berupa larangan keras, tetapi juga mengatur perhubungan khusus antara dua orang tertentu; pada situasi tertentu; misalnya: seorang dokter dan pasien. Mores juga mengkaidahi secara umum sejumlah perhubungan- perhubungan sosial di dalam situasi-situasi umum. Sebagai contohnya, kita diharuskan bersikap jujur, rajin, bertanggung jawab dan sebagainya. Dibandingkan dengan norma-norma folkways yang biasanya dipandang kurang penting, maka mores dipandang lebih esensiil bagi terjaminnya kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, mores selalu dipertahankan dengan ancaman-ancaman sanksi yang jauh lebih keras. Pelanggaran terhadap mores selalu disesali dengan sangat, dan orang selalu berusaha dengan amat kerasnya agar tidak melanggar mores. Kesamaan folkways dan mores terletak pada kenyataan bahwa kedua-duanya tidak jelas asal-usulnya, terjadinya tidak terencana, dasar eksistensinya tidak pernah dibantah, dan kelangsungannya, karena didukung oleh tradisi – relatif amatlah besar. Dijelaskan lebih lanjut, bahwa kesamaan antara folkways dan mores adalah sanksi-sanksinya bersifat informil dan komunal, berupa reaksi spontan dari kelompok-kelompok sosial di mana kaedah-kaedah tersebut hidup. Namun demikian, mores lebih dipandang sebagai bagian dari hakekat kebenaran, di mana sebagai norma secara moral dipandang benar.

Mores memerlukan kekuatan organisasi peradilan agar pentaatannya bisa dijamin, maka segera itu bisa dipandang sebagai hukum. Sebagai hukum yang tidak tertulis dapatlah dikatakan sebagai hukum adat. Hukum tertulis merupakan perkembangan akhir dari bentuk norma-norma sosial yang bersifat formil. Badan peradilan yang bekerja dengan hukum dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Suatu organisasi politik yang hanya mengerjakan fungsi peradilan yakni menegakkan berlakunya kaedah-kaedah tertulis mulai kewalahan bila harus mengurusi berbagai ragam pelanggaran yang dilakukan banyak orang. Oleh karena itu, seiring dengan berlakunya norma hukum ini, bertambah pula fungsi organisasi politik yang membantu menegakkan hukum dalam menciptakan ketertiban masyarakat, seperti munculnya fungsi kepolisian.

  1. Hukum

Walaupun hukum senantiasa berkembang sesuai dengan kebutuhan hidup bermasyarakat; seperti hukum dagang, hukum pidana, hukum perdata, hukum perkawinan dan sebagainya; perlu ketahui juga bahwa mores dan folkways masih tetap efektif. Karena hukum biasanya dijiwai oleh semangat dan jiwa mores yang lama, yang mungkin sudah terangkat sebagai hukum tak tertulis atau pun hukum tertulis. Hukum tertulis merupakan hasil suatu perencanaan dan pikiran-pikiran yang sadar. Fungsi hukum tertulis memberikan pelafalan-pelafalan yang lebih tepat dan tegas yang pelaksanaannya mempunyai kekuatan-kekuatan formal.

Menurut para ahli, (Kholberg) perkembangan moral seorang anak berlangsung menurut 6 tahap atau fase.10 Tingkat dan tahap pertumbuhan secara garis besar dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 1. Perkembangan Moral Manusia

Tingkat Pertumbuhan Tahap Pertumbuhan Pearsaan
Tingkat Pra Moral

0-6 tahun

Tahap 0

Perbedaan antara baik atau buruk belum didasarkan atas kewibawaan atau norma-norma

 
Tingkat Pra Konvensional

 

Perhatian khusus untuk akibat perbuatan: hukuman, ganjaran, motif-motif lahiriah, dan particular

 

 

Tahap 1

 

Anak berpegang pada kepatuhan dan hukuman. Takut untuk kekuasaan dan berusaha untuk menghindarkan hukuman

 

Tahap 2

Anak mendasarkan diri pada egoism naïf yang kadang-kadang ditandai reaksi timbal balik : do ot des

 

 

Takut untukakibat-akibat negative dari perbuatannya

Tingkat Konvensional

 

 

Tahap 3

Orang berpegang pada keinginan dan persetujuan dari orang lain

 

Tahap 4

Orang berpegang pada ketertiban moral dengan aturannya sendiri

 

 

 

Rasa bersalah orang lian bila tidak mengikuti tuntutan-tuntutan lahiriah

 

 

Tingkat Pasca Konvensional

atau Tingkat Berprinsip

 

Hidup moral adalah tanggung jawab pribadi atas prinsip-prinsip batin: maksud

 

Tahap 5

Orang berpegang pada persetujuan demokratis, kontrak – social, concencus bebas,

 

Tahap 6          

Orang berpegang pada hati nurani pribadi, yang ditandai oleh keniscayaan dan universalitas

 

Penyesalan atau penghukuman diri karena tidak mengikuti pengertian moral.

Sumber : Bertens (2005)

 

  1. Etika

Secara umum kata etika berasal dari bahasa Yunani, yakni “Ethos”, bahasa Arab yakni “Akhlaq”, yang berarti watak, perilaku, adat kebiasaan dalam bertingkah laku. Perilaku kita juga diarahkan oleh etika. Dalam arti yang lebih khusus, etika adalah tingkah laku filosofi. Dalam hal ini, etika lebih berkaitan dengan sumber/ pendorong yang menyebabkan terjadinya tingkah laku/perbuatan ketimbang dengan tingkah laku itu sendiri. Dengan begitu, etika dapat merujuk pada perihal yang paling abstrak sampai yang paling konkret dari serangkaian proses terciptanya tingkah laku manusia.9

Etika mempunyai arti ilmu tentang baik atau buruk. Etika akan menjadi ilmu, bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai apa yang dianggap baik dan buruk) yang serta-merta diterima dalam suatu masyarakat – sering kali tanpa disadari – menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika dalam hal ini berpadanan arti dengan filsafat moral.11

Menurut Magnis-Suseno (2003), etika adalah merupakan ilmu atau refleksi sistematika mengenai moral. Dalam arti yang luas etika berarti keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan oleh masyarakat yang bersangkutan untuk mengetahui bagaimana manusia menjalankan kehidupannya.12

Menurut Kriyantono, etika adalah:5

  1. Pemikiran kritis yang mendasar mengenai ajaran-ajaran moral
  2. Moral adalah ajaran / aturan tentang apa yang dilarang dan apa yang wajib dilakukan oleh manusia supaya bisa menjadi baik
  3. Etika = filsafat moral = kajian / ilmu tentang moralitas
  4. Etika bersifat relative, artinya berlaku untuk masyarakat tersebut dan tidak mengikat masyarakat-masyarakat lainnya.

Etik bersifat moral, mencari jawaban untuk menentukan serta mempertahankan secara rational teori yang berlaku tentang apa yang benar atau apa yang salah, baik atau buruk, yang secara umum dapat dipakai sebagai suatu perangkat prinsip moral yang menjadi pedoman bagi tindakan manusia.8

Dalam kehidupan sehari-hari, ada pengertian etika yang berkembang dari pengertian semula. Istilah etika sering disamakan / diartikan sebagai moral/moralitas yaitu kumpulan nilai moral bagi suai profesi yang dibuat dari, oleh, dan untuk profesi itu sendiri (Code of Conduct / kode etik).5

Secara umum, etik terdiri dari (1) yang berkaitan dengan sopa santun dalam pergaulan pada semua lapisan masyarakat; dan (2) yang berkaitan dengan sikap seseorang dalam menjalankan tugas profesinya yang biasa disebut kode etik profesi. Kode etik adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap angota profesi yang bersangkutan didalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.8

Kode etik bidan Indonesia terdiri dari 7 Bab, antara lain:

  • Kewajiban bidan terhadap klien dan masyarakat
  • Kewajiban bidan terhadap tugasnya
  • Kewajiban bidan terhadap sejawat dan nakes lainnya
  • Kewajiban bidan terhadap profesinya
  • Kewajiban bidan terhadap diri sendiri
  • Kewajiban bidan terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air.

 

  1. Disiplin Hukum

Disiplin hukum adalah suatu sistem ajaran tentang hukum. Ilmu hukum merupakan satu bagian dari disiplin hukum. Bagian Disiplin Hukum antara lain :

  1. Ilmu Hukum
    1. Kaidah hukum (validitas sebuah hukum)
    2. Kenyataan hukum (sejarah, antropologi, sosiologi, psikologi,
    3. Pengertian hukum
  2. Filsafat Hukum

Sistem ajaran yang pada hakikatnya menjadi kerangka utama dari segala ilmu hukum dan hukum itu sendiri beserta segala unsur penerapan dan pelaksanaan.

  1. Politik Hukum

Arah atau dasar kebijakan yang menjadi landasan pelaksanaan dan penerapan hukum yang bersangkutan.

 

Disiplin Hukum merupakan suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau realita hukum. Disiplin Hukum mencakup paling sedikit tiga bidang, yakni ilmu-ilmu hukum, politik hukum dan filsafat hukum. Dalam hal ini dapat dikatakan, bahwa filsafat hukum mencakup kegiatan perenungan nilai-nilai, perumusan nilai-nilai dan penyerasian nilai-nilai yang berpasangan, akan tetapi yang tidak jarang bersitegang.

 

  1. Macam-Macam Hukum

Hukum itu dapat dibedakan / digolongkan / dibagi menurut bentuk, sifat, sumber, tempat berlaku, isi dan cara mempertahankannya. Secara garis besar, Ilmu hukum dapat dibedakan atas:7

Tabel 2. Jenis Hukum

Dasar Deskripsi
Waktu 1)     Ius Constitutumm : hukum yang dibentuk dan berlaku di dalam masyarakat Negara pada suatu saat. Ius Constitutum disebut pula hukum positif yaitu hukum yang berlaku saat ini.

2)     Ius Constituendum : hukum yang dicita-citakan dalam pergaulan hidup Negara, tetapi belum dibentuk menjadi undang-undang danketentuan lain.

Bentuk 1)     Hukum Tertulis : hukum yang dibuat dalam bentuk tertulis yang telah dikondisikan (disusun secara sistematis dan teratur dalam sebuah kitab undang-undang) maupuntidak dikondisikan (yang masih tersebar sebagai peraturan yang berdiri sendiri). Hukum tertulis ini contohnya adalah Undang-undang.

2)     Hukum Tidak Tertulis : merupakan persamaan dari hukum kebiasaan, atau hukum adat. Hukum tidak tertulis ini merupakan bentk hukum yang tertua.

Luas Berlakunya 1)     Hukum Umum : aturan yang berlaku pada umumnya. Misalnya aturan sewa menyewa, hukum pidana. Hukum umum yang sering diutamakan ius generale

2)     Humum Khusus : aturan hukum yang berlaku untuk aturan khusus. Kekhususan dapat menunjuk pada tempat maupun hal-hal tertentu dari kehidupan masyarakat. Contohnya: aturan mengenai sewa menyewa rumah, hukum pidana militer. Hukum yang dinamakan ius speciale

Isi 1)     Hukum public : yaitu aturan hukum yang mengatur kepentingan public atau kepentingan umum. Mengatur hubungan hukum antara Negara dan perseorangan atau alat perlengkapan Negara. Misalnya hukum pidana, hukum tata Negara.

2)     Hukum privat : hukum yang mengatur kepentingan perseorangan. Mengatur hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain. Misalnya hukum perdata.

 

Fungsi 1)     Hukum materiil: aturan hukum aygn berwujud perintah-perintah ataupun larangan-larangan. Misalnya: hukum pidana, hukum perdata, hukum tata usaha Negara, dan sebagainya.

2)     Hukum formal : aturan hukum yang mengatur bagaimana melaksanakan hukum materiil. Misalnya: hukum acara pidana, hukum acara perdata, hukum acara tata usaha Negara

Sifat 1)     Hukum Pemaksa (dwingendrecht) yaitu aturan hukum yang dalam, diadakan konkrit tidakk dapat dikesampingkan dengan aturan yang diadakan oleh pihak penyelenggara. Hukum pemaksa ini mempunyai sifat keharusan untuk ditaati. Contoh: pasal 6 ayat (1) Undang-uandang No 1 tahun 1974 (Undang- undang perkawinan) harus diadakan atas persetujuan kedua calon mempelai.

2)     Hukum Pelengkap (aanvullendrechti) yaitu aturan yang dalam keadaan konkrit dapat dikesampingkan oleh para pihak yang mengadakan hubungan hukum. Hukum pelengkap ini dapat digunakan bila pada pihak memerlukan dan apabila tidak, dapat menggunakan aturan yang dibuat sendiri. Misalnya Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang perikatan (MoU), semua aturan tentang perikatan ini dapat digunakan apabila para pihak yang mengadakan perikatan membuat aturan sendiri tentang perikatan yang dibuatnya.

Sumber 1)     Undang – Undang yaitu setiap aturan yang dibentuk oleh alat perlengkapan Negara yang diberi kekuasaan membentuk undang-undang, serta berlaku bagi semua orang dalam wilayah Negara.

2)     Yurisprudensi yaitu keputusan hakim atau persetujuan antara Negara yang satu denga Negara yang lain dimana Negara-negara tersebut telah mengikatkan dirinya untuk menerima hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari perjanjian itu.

3)     Kebiasaan, yaitu pola tindak yang berulang-ulang menganai suatu hal yang sama yang terjadi dalam masyarakat dan dalam bidang tertentu.

4)     Pendapat para sarjana terkemuka atau doktrin, yaitu pendapat yang dikemukakan para sarjana terkamuka mengenai suatu yang membantu setiap orang termasuk hakim dalam mengambil keputusan sebagai sumber tambahan.

Sumber : Pendidikan Kewarganegaraan, Sunarso dkk.7

 

  1. Istilah hukum dalam Etik 

Sebelum melihat masalah etik yang Mungkin timbul dalam pelayanan kebidanan, maka ada baiknya dipahami beberapa Istilah berikut ini :

  1. Legislasi (Lieberman, 1970) Ketetapan hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang berhubungan erat dengan tindakan.
  2. Lisensi Pemberian izin praktek sebelum diperkenankan melakukan pekerjaan yang telah diterapkan. Tujuannya untuk membatasi pemberian wewenang dan untuk meyakinkan klien.
  3. Deontologi/Tugas Keputusan yang diambil berdasarkan keserikatan/berhubungan dengan tugas. Dalam pengambilan keputusan, perhatian utama pada tugas.
  4. Hak Keputusan berdasarkan hak seseorang yang tidak dapat diganggu. Hak berbeda dengan keinginan, kebutuhan dan kepuasan.
  5. Instusioner Keputusan diambil berdasarkan pengkajian dari dilemma etik dari kasus per kasus. Dalam teori ini ada beberapa kewajiban dan peraturan yang sama pentingnnya.
  6. Beneficience Keputusan yang diambil harus selalu menguntungkan.
  7. Mal-efecience Keputusan yang diambil merugikan pasien
  8. Malpraktek/Lalaia. Gagal melakukan tugas/kewajiban kepada klien. Tidak melaksanakan tugas sesuai dengan standar. Melakukan tindakan yang mencederai klien. Klien cedera karena kegagalan melaksanakan tugas.

 

Malpraktek terjadi karena kecerobohan, lupa, dan gagal mengkomunikasikan. Bidan sebagai petugas Kesehatan sering berhadapan dengan masalah etik yang berhubungan dengan hukum. Sering masalah dapat diselesaikan dengan hukum, tetapi belum tentu dapat diselesaikan berdasarkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai etik. Banyak hal yang bisa membawa seorang bidan berhadapan dengan masalah etik.3

 

  1. Aspek Hukum & Keterkaitannya dengan Pelayanan/Praktik Bidan Kode Etik

Akuntabilitas bidan dalam praktik kebidanan merupakan suatu hal yang penting dan di tuntut dari suatu profesi, terutama profesi yang berhubungan dengan keselamatan jiwa manusia, adalah pertanggung jawaban dan tanggung gugat (accountability) atas semua tindakan yang dilakukuannya. Sehingga semua tindakan yang dilakukan oleh bidan harus berbasis kompetensi dan didasari suatu evidence based. Accountability diperkuat dengan satu landasan hokum yang mengatur batas-batas wewenang profesi yang bersangkutan.3

Dengan adanya legitimasi kewenangan bidan yang lebih luas, bidan memiliki hak otonomi dan mandiri untuk bertindak secara profesional yang dilandasi kemampuan berfikir logis dan sitematis serta bertindak sesuai standar profesi dan etika profesi.

Praktek kebidanan merupakan inti dari berbagai kegiatan bidan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus terus-menerus ditingkatkan mutunya melalui:

  1. Pendidikan dan pelatihan berkelanjutan
  2. Pengembangan ilmu dan teknologi dalam kebidanan
  3. Akreditasi
  4. Sertifikasi
  5. Registrasi
  6. Uji kompetensi
  7. Lisensi

 

Beberapa dasar dalam otonomi pelayanan kebidanan antara lain sebagai berikut:

  1. Kepmenkes 900/Menkes/SK/VII/2002 tentanng registrasi dan praktik bidan
  2. Standar Pelayanan Kebidanan
  3. UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
  4. PP No 32/ Tahun 1996 tentang tenaga kesehatan
  5. Kepmenkes 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang oraganisasi dan tata kerja Depkes
  6. UU No 22/1999 tentang Otonomi daerah
  7. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
  8. UU tentang aborsi, adopsi, bayi tabung dan transplantasi

 

  1. Legislasi Pelayanan Kebidanan

Pelayanan legislasi adalah:

  1. Menjamin perlindungan pada masyarakat pengguna jasa profesi dan profesi sendiri
  2. Legislasi sangat berperan dalam pemberian pelayanan profesional

 

Bidan dikatakan profesional, mematuhi beberapa criteria sebagai berikut:

  1. Mandiri
  2. Peningkatan kompetensi
  3. Praktek berdasrkan evidence based
  4. Penggunaan berbagai sumber informasi

Masyarakat membutuhkan pelayanan yang aman dan berkualitas, serta butuh perlindungan sebagai pengguna jasa profesi. Ada beberapa hal yang menjadi sumber ketidak puasan pasien atau masyarakat yaitu:

  1. Pelayanan yang aman
  2. Sikap petugas kurang baik
  3. Komunikasi yang kurang
  4. Kesalahan prosedur
  5. Saran kurang baik
  6. Tidak adanya penjelasan atau bimbingan atau informasi atau pendidikan kesehatan.

 

Legislasi adalah proses pembuatan UU atau penyempurnaan perangkat hukum yang sudah ada melalui serangkaian sertifikasi (pengaturan kompetensi), registrasi (pengaturan kemenangan) dan lisensi (pengaturan penyelenggaraan kewenangan). Tujuan legislasi adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap pelayanan yang telah diberikan. Bentuk perlindungan tersebut antara lain :

  1. Mempertahankan kualitas pelayanan
  2. Memberikan kewenangan
  3. Menjamin perlindungan hokum
  4. Meningkatkan profesionalisme

 

Referensi

  1. Riddick-Thomas NM. Midwifery Ethics. In: Fraser DM, Cooper MA, editors. Myles Textbook for Midwifes. 14. Oxford, United Kingdom: Elsevier Science Limited; 2003.
  2. Hubungan antara hukum moral dalam Islam. Tahkim. 2014;9(1):36-47.
  3. Mafluha Y, Nurzannah S. Modul Etika dan Hukum Kesehatan Bagi Mahasiswa Diploma III Kebidanan. Tangerang: Akademi Kebidanan Bina Husada Tangerang; 2016.
  4. Wikanjati A, Tim_Saujana_Media. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Buku Seru; 2012.
  5. Kriyantono R, editor. Hukum dan Etika. Malang: Universitas Brawijaya; 2012.
  6. Wahyuningsih HP, Zein AY. Etika Profesi Kebidanan. Yogyakarta: Fitramaya; 2005.
  7. Manusia, Nilai Moral dan Hukum. Available from: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Manusia Nilai, Moral dan Hukum_0.pdf.
  8. 50 Tahun Ikatan bidan Indonesia. Sofyan M, Madjid NA, Siahaan R, editors. jakarta: PP IBI; 2009.
  9. Moral, etika, dan hukum; Implikasi etis dari teknologi informasi dan komunikasi. Jurnal Iqra’. 2012;6(1):9-18.
  10. Bertens K. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 2005.
  11. Kistanto NH, Lestari N, Subekti S, editors. Pengantar Etika. Jakarta: Universitas Terbuka; 2014.
  12. Moral, Etika dan Hukum Medan: Repository USU.
Posted in Uncategorized | Leave a comment